Kesombongan:
Buah Berfikir Duga-Sangka yang Menghancur-Binasakan Unsur Ruhaniyah
ari kita jauhkan diri hati dari anggap-sangka beranalisa dalam bentuk apapun. Hati adalah istana Allah dalam pribadi manusia, demikian al-hadits. Jika manusia beriman kepad Allah, maka Allah memberikan karunia petunjuk-Nya dalam hati (QS 64:11). Sayangnya, jumlah terbesar manusia telah berhasil digiring-masuk dalam perangkap-jebakan berfikir logikanya dengan anggapan-prasangka yang belum tentu benar. Bahkan persangkaan tidak berguna sedikit pun untuk mencapai kebenaran (QS 10:36). Sebagai contoh, bisakah dugaan manusia atas sebab musabab bencana mencapai ketepat-pastian?
Buah terbesar yang dihasilkan dari berfikir anggapan-prasangka adalah kesombongan yang tak pernah disadari. Sebabnya ialah selalu menganggap-katakan bahwa diri telah banyak melakukan kebaikan ini dan itu. Padahal anggapan-prasangka demikian merupa-kan alat perangkap-jebakan iblis untuk memperbesar tingkat kesombongan di dalam diri manusia.
Menjadikan anggapan-prasangka sebagai dasar pijakan berfikir atau andalan yang dipertuhankan, hanya akan memperbesar kesombongan, memperbodoh diri dan menjadikan seseorang lari dari tanggung-jawab. Ia selalu menyalah-nyalahkan pihak lain. Bagaimana terjadi? Sebab anggapan-prasangka tak akan memuaskan hati yang berfitrah hidup dengan kepastian. Nafsu yang telah bertuhankan anggapan-prasangka, akan gigih mencari pembuktian kebenaran dari anggap-sangkaannya. Maka ia senantiasa perlu mencari keburukan dan kesalahan pihak lain. Untuk apa? Untuk lari dari tanggung-jawab. Mengapa dikatakan begitu?
Dikatakan lari dari tanggung-jawab, karena orang yang menjadikan anggapan-prasangka sebagai dasar pijakan berfikir, paling takut bila dihadapkan dengan hal-hal mengandung resiko. Terutama resiko mempermalukan dan menyengsara-derita-hinakan nafsu. Secara isyarat di dalam firman-Nya, Allah telah diberitakan bahwa ciri-ciri orang kafir-munafiq adalah takut jika dihadapkan dengan hal-hal mengandung resiko. Sebaliknya ciri orang beriman sejati, paling suka menghadapi resiko, karena dengan resiko itulah sebagai alat pengasah ketajaman 'aqal. Tujuan ditumbuh-kembangkannya pijakan berfikir anggapan-prasangka sebenarnya dalam rangka menjauhkan diri dari berhadapan pada resiko dan beriman sejati. Yang perlu diketahui dan disadari ialah bahwa setiap muncul suatu pandangan pemikiran dari hasil ketenagaan berfikir anggapan-prasangka baik bersifat bersitan hati maupun telah terungkap secara lisan-tulisan, seketika itu pula langsung membentuk helai-helai hijab penutup hati. Perasaan yang didominasi nafsu dan konsep-konsep yang dibentuk pikiran logikanya itulah yang terus menerus mempertebal hijab penutup hati dari Allah. Dapatlah kita renungkan selama ini berapa kali sudah muncul pandangan pemikiran dari anggapan-prasangka dan sudah berapa juta helai lapisan-lapisan hijab penutup hati? Lalu, sudahkah bertekad bulat untuk mentaubatinya?
Mengapa rahmat-karunia dan kepemurahan kasih-sayang Allah gagal membentuk sikap perilaku terpuji?
Banyak manusia tidak menyadari bahwa helai lapisan hijab penutup hati bukan saja menjadi berlapis-lapis. Bahkan lapisan-lapisan itu telah menyatu mengeras dan membatu laksana pagar tembok-berbesi. Tertutupnya hati oleh lapisan-lapisan hijab dari bentukan pemikiran bersumber anggapan-prasangka, menjadikan hati tak mudah tersentuh rahmat-karunia. Salah satu wujud rahmat karunia itu adalah kepemurahan kasih-sayang Allah. Tidak mengherankan jika pada akhirnya rahmat-karunia maupun belaian kepemurahan kasih-sayang Allah gagal membentuk sikap perilaku terpuji. Namun sebenarnya, keras bagaimana-pun sesuatu, tidak ada yang tidak dapat dipecahkan. Selagi batu gunung yang demikian keras dan besarnya masih dapat dipecahkan, apalagi hanya hati manusia yang secara fithrah telah berkeadaan lembut-halus. Hanya saja, adakah kesediaan manusia menghancurkan helai hijab penutup hati yang ditimbulkan oleh berfikir anggapan-prasangka? Lalu apa langkah nyata yang mesti dilakukan?
Jihad mendongkel selapis demi selapis hijab penutup hati. Lisan boleh saja menjawab sangat menginginkan untuk menghancurkan helai hijab penutup hati, tetapi sikap diri nyata menolak pelepasan terhadap helai hijab penutup hati. Bukti penolakan adalah masih berat untuk bersikap jujur apa adanya mengakui kesalahan dan kekurangan diri di hadapan Allah. Bahkan sebenarnya, sarana paling tepat dan cepat untuk melepaskan berfikir anggapan-prasangka dan melepaskan helai hijab penutup hati yang telah mengeras-membatu laksana pagar tembok berbesi adalah kejujuran diri mengakui kesalahan dan kekurangan diri saat dibukakan fihak lain. Jika saja manusia mau menyadari, kekerasan pagar tembok-besi kedengkian-logika-nafsu yang telah menutupi kelembutan-kepekaan hati tidak akan dapat diretak-pecahkan oleh upaya manusia, tanpa kepemurahan kasih-sayang Allah. Adapun upaya manusia adalah berkegiatan sungguh-sungguh mengangkat-buang pecahan-pecahan kekerasan kedengkian-logika-nafsu dengan cara gigih, tekun dan ulet menegakkan kejujuran di dalam diri kepada Allah.
Di dalam firman Allah Surat Ar-Ra’du Ayat 11 telah jelas: "Dia tidak akan merubah keadaan seseorang atau suatu kaum sebelum mereka berupaya terlebih dahulu merubah keadaan yang ada pada diri mereka". Artinya sikap diri yang semula suka berpijak pada berfikir anggapan-prasangka berupaya diubah menjadi sikap diri serba menegakkan kejujuran di dalam diri. Sikap itulah yang perlu diambil, terutama saat kesalahan dan kekurangan diri dibukakan fihak lain. Bisa jadi, dibukakannya kesalahan itu justru merupakan alat pertolongan Allah agar manusia maju mendaki ke arah perbaikan di sisi-Nya. Apabila kejujuran berhasil ditegakkan di dalam diri, maka sedikit demi sedikit, itu akan mendongkel lapisan-lapisan hijab penutup hati. Pada akhirnya, keberadaan untaian mutiara rahmat yang akan Allah pasangkan kepada diri, sedikit demi sedikit mulai dapat dirasakan oleh diri yang telah suka bersikap jujur, mengakui, mentaubati, menggantinya dengan amal yang baik dan mencegah orang lain melakukan kesalahan yang sama.
Apakah yang dimaksud dengan untaian mutiara rahmat?
Itu adalah singkapan makna dari sesuatu, yang menuntun ke arah perbaikan akhlaq dan keselamatan hidup sampai dengan akhirat. Keberadaan untaian mutiara rahmat yang Allah pasangkan kepada diri ummat manusia khususnya ummat Islam lewat para hamba yang dikehendaki Allah, bisa jadi belum terasakan keberadaannya. Jika sudah, pasti ada pula yang dapat ditampilkan pada sikap perilaku. Apakah maksud Allah memasangkan untaian mutiara rahmat di dalam diri manusia? Ialah agar masing-masing hati dapat menampil-pantulkan keindahan sifat Allah dalam bentuk sikap-perilaku akhlaq tepuji lagi mulia. Meskipun Allah bermaksud demikian, bukan berarti Allah menekan-paksa. Allah sebetulnya sekedar memancing keluarnya percikan bentukan-bentukan indah dari indah dari sikap perbuatan akhlaq terpuji. Artinya, diri melakukan perbaikan akhlaq adalah dengan praktek penuh kesungguhan (jihad) dalam perbuatan. Tak cukup hanya dengan mengetahui saja. Apalagi mengetahui dengan tergesa-gesa, sekilas-pintas, tanpa pernah merenungi ayat-ayat Allah dengan kesungguhan perhatian.
Pada akhirnya, percikan bentukan-bentukan indah itulah yang akan menggiring sekaligus menjamu langkah manusia di tempat keselamatan hidup, yaitu berada dalam kehidupan syurgawi. Sebaliknya bila dalam sikap perilaku senantiasa tampil sifat ketercelaan akhlaq, maka percikan bentukan buruklah yang keluar menggiring langkah sekaligus menyeret manusia di tempat kesengsara-hinaan hidup di neraka. Neraka dunia adalah kehidupan bernuansakan gejolak perasaan berpuncak keputus-asaan sebagaimana dijelaskan di atas.
Allah paling tidak suka melihat manusia yang perbuatannya hanya menampilkan percikan bentukan buruk. Karena hal itu hanya akan menyengsara-hinakan hidupnya sendiri. Itulah sebabnya sebelum diminta, suka atau tidak suka, pada awalnya manusia telah berkalungkan untaian mutiara rahmat. Allah mendahului manusia dengan membersitkan dalam hatinya petunjuk-Nya atau lewat lisan-tulisan para hamba yang dikehendaki-Nya. Sifat kepemurah-an rasa kasih sayang mendorong Allah melakukan perbuatan mengalungkan untaian mutiara rahmat kepada diri manusia dengan satu tujuan. Yaitu, agar manusia dapat memantul-tampilkan sifat keindahan Allah. Lebih jauh lagi, adalah agar manusia terpagari dari rongrongan penekanan iblis yang suka memaksa nafsu manusia menampilkan ketercelaan, keburukan dan kejahatan sikap-perilaku akhlaq. Pantaskah membalas kebaikan Allah dengan keburukan, ketercelaan dan kejahatan akhlaq?
Empat tulisan "Peringatan Bencana Gagal Dimengerti Hati Buta", "Jihad Membuang Pola Perasaan dan Pikiran Berduga-Sangka", "Kesombongan: Buah Berfikir Duga-Sangka yang Menghancur-Binasakan Unsur Ruhaniyah", dan "Rongrongan Iblis terhadap Manusia" yang diterbitkan 30 Rabi'ul Akhir 1431H (15/04/2010) di weblog kita ini merupakan satu rangkaian rangkuman pengajian dari Ki Moenadi MS 1421H (2000), berjudul: "Ketika Unsur Jasadiyah Membuka Persaksian Tersingkap Kejahatan Anggap-sangka yang Menghancur-binasakan Unsur Ruhaniyah". Kami menyediakan tautan untuk mengunduh versi PDF-nya di kolom sebelah kanan. Admin.
Kamis, 15 April 2010
Kesombongan: Buah Berfikir Duga-Sangka yang Menghancur-Binasakan Unsur Ruhaniyah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Merak sering memamerkan keindahan bulunya. Namun ia tak seperti manusia yang selalu berpamrih. Merak tak mencari apalagi mengemis pujian, karena memang begitulah kodrat perilakunya ditetapkan Allah. Apakah dengan narsisisme memamerkan keindahan dan kebaik-hebatan diri, manusia sungguh-sungguh hendak merendahkan martabat pribadinya sehingga lebih bodoh daripada hewan tak berakal? Renungilah:
Perjalanan ruhani jumpa ilaahi Rabbi ibarat menempuh gunung tinggi. Barang siapa lengah, segera ia terperosok ke dalam jurang tersembunyi di balik setiap kelokan dan tanjakan. Sesekali seorang pendaki ruhani pasti mengalaminya, akibat terpukau pemandangan indah perjalanan menju pncak gunung. Taubat dan kesungguhan pengabdiannya kepada Allah, adalah tongkat penopang agar pada pendakian berikutnya, ia makin berhati-hati.
Bagi yang berhati-hati, justru sangat malu mengakui kebaikan yang hanya tampak bagian luarnya bagi orang lain itu. Yang nyata baginya adalah bagian dalam pribadinya dengan segala kehinaan, catat, kekurangan, bahkan ketercelaan yang tak kunjung habis tersoroti cahaya lentera Allah Yang Maha Mulia. Ia makin tersungkur dalam syukur, atas penyelamatan jemari kasih As-Salaam. Karena menyadari segala keburukannya, dengan sendirinya segala pujian manusia tak berbekas apa pun pada perasaan-hatinya. Ia mengharapkan agar manusia yang memujinya mendapat tambahan karunia kemuliaan pula dari sisi Allah Yang Maha Berkepemurahan Kasih Sayang. Ucapannya:

Demikian besarnya perhatian pemimpin sejati akan keselamatan dan kebahagiaan bangsanya, tetapi tidak sedikit yang menyambut dengan ejekan atau cemoohan baik dengan kata-kata maupun dengan sikapnya (dan inilah yang paling berbahaya). Bukankah sikap demikian sama halnya dengan sikap orang-orang munafiq? Sebagai manusia biasa tidak jarang mereka sedikit kecewa dengan sikap bangsanya yang kurang menaruh perhatian, dengan kata lain kurang bersungguh-sungguh untuk bangkit. Namun kesadarannya tidak membiarkan hatinya kecewa. Terhiburlah hati ketika kesadarannya membisikkan, bahwa peran sang pemimpin sejati hanyalah membawa kabar gembira
Begitu banyak kepalsuan. Pemimpin suatu kelompok bangsa yang selalu membantu mereka yang menggelar kebencian, perang, dan penindasan pada bangsa lain misalnya, bisa saja justru tampak mulia bahkan diberi penghargaan sebagai pembela kedamaian ummat manusia. [Taufik Thoyib]. 21 Rajab 1431 / 4 Juli 2010
Sabda Nabi s.a.w. kepada Asma binti Abu Bakar r.a.: "Berinfaqlah. Janganlah kamu menghitung-hitung (hartamu, kikir), nanti Allah akan menghitung (kejelekan-kejelekan) mu. Jangan pula kamu menyembunyikan (hartamu) nanti Allah akan menyimpan (kejelekan-kejelekanmu) untuk dibeberkan di Hari Akhir (Lu'lu' wal Marjan, 1/244).
"Seorang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dan dekat dengan surga. Adapun orang yang kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat dengan neraka." (Tasyiirul Wushuul, 2/88).
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan
Sinyalemen hadits tersebut memberikan gambaran bahwa: dari tahun ke tahun yang dapat diberlangsungkan dan diperoleh kebanyakan manusia dari kunjungan Ramadhan hanyalah mendatangkan ritual rasa lapar dan dahaga dari puasanya. Tidak ada perubahan dan pembaharuan berarti yang dapat dibukti-rasakan dalam berkehidupan, kecuali yang selalu muncul hanya keluh-kesah atas kesulitan berantai menjalani kehidupan. Seakan hadits tersebut tampil sebagai kaca cermin besar yang menunjukkan puasa kebanyakan manusia layaknya puasa anak-anak. Anak-anak itu berbangga dalam berpuasa agar memperoleh berbagai hadiah yang diiming-imingkan yang kesemuanya bersifat keindahan dan kesenangan nafsu semata. Ketika bentuk keindahan-kesenangan nafsu tidak terpenuhi mereka kecewa putus asa dan perhatiannya lebih terpaku pada kesulitan yang ditemui daripada kasih Ilaahi.
Untuk itu mari sejenak di bulan yang fithrah ini kita tunduk-renungkan diri hadirkan Allah selaku saksi kejujuran, diri bertanya pada nurani-hati. Pada tingkatan puasa apakah yang sudah berhasil kita langsungkan selama ini? Tentunya masing-masing pribadi beriman tidak hendak puasanya dinilai-persepsikam sama dengan puasanya anak-anak, kecuali yang diharapkan dari berpuasa dapat menghantarkan jiwa pada kedekatan cinta dengan Allah. Namun demikiankah yang diperoleh?
Tulisan ini membantu mencerahkan jiwa dan fikiran untuk menyelesaikan masalah yang berkecamuk dalam prasangka sadar mengawali dengan kembali mengenal dan memahami diri..... Artinya, diri melakukan perbaikan akhlaq adalah dengan praktek penuh kesungguhan (jihad) dalam perbuatan. Tak cukup hanya dengan mengetahui saja. Apalagi mengetahui dengan tergesa-gesa, sekilas-pintas, tanpa pernah merenungi ayat-ayat Allah dengan kesungguhan perhatian... Tulisan Ini sangat berkesan buat saya....
BalasHapusAlhamdulillah. Kami ikut bersyukur membaca pesan ibu. Semoga ibu beserta keluarga senantiasa dalam limpahan perlindungan Allah. Amin.
BalasHapusTaufik Thoyib
Kadang kita bangga akan segala rencana hebat yang kita buat, perbuatan-perbuatan besar yang telah berhasil kita lakukan. Tapi kita lupa, bahwa semua itu terjadi karena Allah ada di samping kita. Kita adalah anak kecil tadi, tanpa ada Allah di samping kita, semua yang kita lakukan akan sia-sia. Tapi bila Allah ada di samping kita, sesederhana apapun hal yang kita lakukan hal itu akan menjadi hebat dan baik, bukan saja buat diri kita sendiri tapi juga baik bagi orang di sekitar kita.
BalasHapusSemoga kita tidak pernah lupa bahwa ada Allah disamping kita.
nah kawan, masihkah engkau merasa hebat, masihkah teman tenmanmu kau anggap sangat hebat, akankah hartamu bisa menyelamatkanmu, akankah kecerdasanmu bisa terus kau andalkan, selama Allah terus saja kau abaikan, padahal semuanya karena seijin Allah, semuanya karenan Ridho Allah, semuanya karena Allah menyertaimu, masihkah kau kawan ? coba jawab.. aku ingin dengar jawaban-jawaban kamu, aku ingin lihat lihat pendapat-pendapatmu, aku ingin lihat kamu menyanggah semua apa yang aku tulis..
kawanku yang sangat baik , cukuplah…cukup… semua tergantung padamu, aku hanya berusaha mengingatkan kamu, jika kamu berubah ya Alhamdulillah, jika tidak semoga Allah segera membukakan pintu hidayahnya untukmu…
semoga bermanfaat.
Ok ini kajian.
BalasHapus