
arilah menyadari bahwa gerakan kebangkitan pasti akan senantiasa bermunculan di tengah-tengah kehidupan manusia, khususnya di tengah-tengah kehidupan bersemesta. Munculnya kebangkitan itu, karena salah satu tugas manusia selaku kholifah sebenarnya adalah menjaga, merawat dan memanfaatkan isi semesta. Tetapi kebanyakan manusia kurang memperhatikan hadirnya isyarat-isyarat kebangkitannya. Karena alam semesta telah lama menunggu-nunggu, maka semestalah yang bertindak mengadakan kebangkitan. Bagaimana cara alam mengadakan kebangkitan?
Terlebih dahulu alam menghadirkan guncangan kehancuran di tengah-tengah kehidupan manusia: semua perbuatan manusia yang bersifat mengarah pada kehancuran, dimusnahkan oleh alam dengan sekali guncangan. Bagi orang yang senantiasa mengambil pelajaran dari setiap sesuatu, peristiwa, atau kejadian, akan memandang setiap guncangan kehancuran yang dilakukan oleh alam merupakan tanda atau isyarat himbauan alam kepada manusia, agar segera mengadakan gerakan kebangkitan. Bagaimanakah kita memahaminya?
Sayangnya, banyak di antara manusia khususnya muslim yang tidak bisa memahaminya secara tepat dan pasti. Bahkan yang sering terjadi, banyak manusia akhirnya hanya hanyut dibawa oleh suatu peristiwa. Dalam pandangan manusia yang buta hati, muncul sanggahan bahwa peristiwa alam itu adalah hal yang alami; mereka tak dapat memahami apa yang terjadi di balik peristiwa alam. Akibatnya, mereka pun sulit memahami setiap kenyataan atau fenomena yang terjadi di tengah-tengah kehidupan. Mereka terus berkelanjutan melakukan kerusakan hidup bersemesta, berkepanjangan, dan berskala makin luas.
Mereka tidak menyadari jika apa-apa yang mereka perbuat sebenarnya adalah kesesatan nyata. Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman: “Tetapi hati orang-orang kafir itu dalam kesesatan dari (memahami kenyataan) ini, dan mereka banyak mengerjakan perbuatan-perbuatan (buruk) selain dari itu, mereka tetap mengerjakannya. (QS. 23:63).
Tegas bahwa orang-orang kafirlah yang sebenarnya senantiasa buta dalam memahami setiap kenyataan yang terjadi di tengah-tengah kehidupan maupun pada sesuatu. Berarti siapa pun yang mengaku dirinya intelektual maupun yang beriman, bila tidak dapat memahami dengan pasti kenyataan yang terjadi di tengah-tengah kehidupan maupun pada sesuatu, maka pada saat itu pula dirinya sedang berada pada ketertutupan hati yang nyata. Betapa banyaknya manusia tertipu anggapan bahwa dirinya adalah penegak kebenaran; mereka tertipu predikat-predikat manusia. Predikat ulama, beriman, maupun intelektual ternyata belum menjamin bahwa penyandangnya telah bebas dari ketertutupan hati. Jika benar para ulama, intelektual, maupun mereka yang merasa dirinya beriman telah dapat memahami fenomena dengan tepat dan pasti, tentulah guncangan kehancuran berkepanjangan tidak melanda kehidupan tanah air ini. Roda pergerakan kebangkitan tidak pernah tegak dengan kokoh. Nilai-nilai kebenaran sebenarnya telah banyak merambat bahkan sempat membudaya dengan subur. Banyak pula yang berhasil menjadi sikap hidup dalam bermasyarakat berbangsa maupun bernegara. Misalnya, asas bermusyawarah. Sangat jelas bahwa musyawarah adalah ajaran Islam.
Tampaknya, baru sebatas itulah kemampuan para pendahulu kita. Yaitu, para hamba kekasih Allah maupun para pahlawan bangsa dalam upaya menegakan panji-panji kebenaran di tanah air ini. Alangkah indahnya bila nilai-nilai kebenaran yang ditanamkan dan berhasil tumbuh membudaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara, dapat lebih jauh ditegakkan sehingga tegak-kokohlah panji-panji kebenaran di muka persada tanah air ini.
Sudah barang tentu harapan tercurah tidak lain hanyalah kepada generasi kini. Sayangnya, banyak pula yang tidak dapat memahami nilai-nilai kebenaran yang telah ditanamkan para pendahulu itu dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara. Sudah barang tentu akan sulit pula untuk menggali isinya. Bahkan lebih buruk lagi, nilai-nilai kebenaran yang telah lama dirongrong keberadaannya.
Bagi yang cukup jeli, sangat jelas bahwa konsep “musyawarah” yang merupakan ajaran Islam --bahkan diabadikan Allah sebagai nama salah satu surat Al Qur’an-- digantikan oleh konsep “demokrasi”; konsep “muslim” yang merupakan konsep manusia-sosial yang damai, serba menghargai dan menjaga hak hidup pihak lain termasuk alam semesta, digantikan konsep “demokrat”. Jelas ada pihak yang ingin membumi-hanguskan nilai-nilai kebenaran yang telah ditanam dalam budaya bangsa Indonesia! Bisa jadi, dalam pandangan mereka, nilai-nilai kebenaran Islam yang telah tertanam dalam budaya bangsa, hanya akan menjadi momok untuk melangkah lebih jauh membawa rakyat dan bangsa pada tingkat yang lebih baik, yakni mencapai tingkat kehidupan makmur. Pandangan demikian ini terjadi karena mereka tidak dapat memahami arti yang terkandung dalam budaya bangsa, sementara mereka beranggapan diri merekalah yang berpandangan lebih tepat dan benar. Apa yang sebetulnya menjadi penghambat utama?
Tulisan di atas merupakan bagian dari penjelasan Ki Moenadi MS (alm) pada kesempatan kajian keilmuan di Yayasan Badiyo, 06/10/1998, dengan penyesuaian redaksional dari Taufik Thoyib. Tulisan di atas insya Allah akan bersambung –Admin.
Merak sering memamerkan keindahan bulunya. Namun ia tak seperti manusia yang selalu berpamrih. Merak tak mencari apalagi mengemis pujian, karena memang begitulah kodrat perilakunya ditetapkan Allah. Apakah dengan narsisisme memamerkan keindahan dan kebaik-hebatan diri, manusia sungguh-sungguh hendak merendahkan martabat pribadinya sehingga lebih bodoh daripada hewan tak berakal? Renungilah:
Perjalanan ruhani jumpa ilaahi Rabbi ibarat menempuh gunung tinggi. Barang siapa lengah, segera ia terperosok ke dalam jurang tersembunyi di balik setiap kelokan dan tanjakan. Sesekali seorang pendaki ruhani pasti mengalaminya, akibat terpukau pemandangan indah perjalanan menju pncak gunung. Taubat dan kesungguhan pengabdiannya kepada Allah, adalah tongkat penopang agar pada pendakian berikutnya, ia makin berhati-hati.
Bagi yang berhati-hati, justru sangat malu mengakui kebaikan yang hanya tampak bagian luarnya bagi orang lain itu. Yang nyata baginya adalah bagian dalam pribadinya dengan segala kehinaan, catat, kekurangan, bahkan ketercelaan yang tak kunjung habis tersoroti cahaya lentera Allah Yang Maha Mulia. Ia makin tersungkur dalam syukur, atas penyelamatan jemari kasih As-Salaam. Karena menyadari segala keburukannya, dengan sendirinya segala pujian manusia tak berbekas apa pun pada perasaan-hatinya. Ia mengharapkan agar manusia yang memujinya mendapat tambahan karunia kemuliaan pula dari sisi Allah Yang Maha Berkepemurahan Kasih Sayang. Ucapannya:

Demikian besarnya perhatian pemimpin sejati akan keselamatan dan kebahagiaan bangsanya, tetapi tidak sedikit yang menyambut dengan ejekan atau cemoohan baik dengan kata-kata maupun dengan sikapnya (dan inilah yang paling berbahaya). Bukankah sikap demikian sama halnya dengan sikap orang-orang munafiq? Sebagai manusia biasa tidak jarang mereka sedikit kecewa dengan sikap bangsanya yang kurang menaruh perhatian, dengan kata lain kurang bersungguh-sungguh untuk bangkit. Namun kesadarannya tidak membiarkan hatinya kecewa. Terhiburlah hati ketika kesadarannya membisikkan, bahwa peran sang pemimpin sejati hanyalah membawa kabar gembira
Begitu banyak kepalsuan. Pemimpin suatu kelompok bangsa yang selalu membantu mereka yang menggelar kebencian, perang, dan penindasan pada bangsa lain misalnya, bisa saja justru tampak mulia bahkan diberi penghargaan sebagai pembela kedamaian ummat manusia. [Taufik Thoyib]. 21 Rajab 1431 / 4 Juli 2010
Sabda Nabi s.a.w. kepada Asma binti Abu Bakar r.a.: "Berinfaqlah. Janganlah kamu menghitung-hitung (hartamu, kikir), nanti Allah akan menghitung (kejelekan-kejelekan) mu. Jangan pula kamu menyembunyikan (hartamu) nanti Allah akan menyimpan (kejelekan-kejelekanmu) untuk dibeberkan di Hari Akhir (Lu'lu' wal Marjan, 1/244).
"Seorang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dan dekat dengan surga. Adapun orang yang kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat dengan neraka." (Tasyiirul Wushuul, 2/88).
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan
Sinyalemen hadits tersebut memberikan gambaran bahwa: dari tahun ke tahun yang dapat diberlangsungkan dan diperoleh kebanyakan manusia dari kunjungan Ramadhan hanyalah mendatangkan ritual rasa lapar dan dahaga dari puasanya. Tidak ada perubahan dan pembaharuan berarti yang dapat dibukti-rasakan dalam berkehidupan, kecuali yang selalu muncul hanya keluh-kesah atas kesulitan berantai menjalani kehidupan. Seakan hadits tersebut tampil sebagai kaca cermin besar yang menunjukkan puasa kebanyakan manusia layaknya puasa anak-anak. Anak-anak itu berbangga dalam berpuasa agar memperoleh berbagai hadiah yang diiming-imingkan yang kesemuanya bersifat keindahan dan kesenangan nafsu semata. Ketika bentuk keindahan-kesenangan nafsu tidak terpenuhi mereka kecewa putus asa dan perhatiannya lebih terpaku pada kesulitan yang ditemui daripada kasih Ilaahi.
Untuk itu mari sejenak di bulan yang fithrah ini kita tunduk-renungkan diri hadirkan Allah selaku saksi kejujuran, diri bertanya pada nurani-hati. Pada tingkatan puasa apakah yang sudah berhasil kita langsungkan selama ini? Tentunya masing-masing pribadi beriman tidak hendak puasanya dinilai-persepsikam sama dengan puasanya anak-anak, kecuali yang diharapkan dari berpuasa dapat menghantarkan jiwa pada kedekatan cinta dengan Allah. Namun demikiankah yang diperoleh?
Ass Wrwb
BalasHapusPengertian yang dimaksud 'Budaya' secara luas dan umum apa? mohon penjelasannya terimakasih.
Nb:
di KBBI : budaya n 1 pikiran; akal budi: hasil --;2 kebudayaan: menyelidiki bahasa dan --;3 yg mengenai kebudayaan; yg sudah berkembang (beradab, maju).
wslm
You call this a Democracy?
BalasHapusGeneral election 2010
"If voting changed anything, they would abolish it." - Ken Livingstone, former Lord Mayor of London.
Bisa dilihat pada:
http://vimeo.com/10911566>You call this a Democracy?
Wa'alaikum salaam wr. wb.,
BalasHapusJawaban untuk saudara Yanto kami unggah di side-bar/kolom-kanan, karena menurut kami, sangat perlu pula diketahui saudara-saudara kita yang lain.
Semoga bermanfaat, wassalamu'alaikum wr, wb,
Taufik Thoyib