skip to main |
skip to sidebar

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (kasih-sayang) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara... (QS 3:103). Renungan Ramadhan (3) Moral-Akhlaq Bernilai Ilaahiyah Merupakan Mahkota Bangsa
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
BalasHapusAlhamdulillah..saya sepakat dengan uraian di atas. Bahwa sebagaimana Rasulullah Muhammad diutus ke muka bumi adalah untuk menyempurnakan ahlaq (Makaarimal Ahlaq). Menurut hemat saya, perjuangan memahkotakan negeri ini dengan moral ahlaq bernilai Illahiyah haruslah di mulai dengan adanya PEMIMPIN untuk memberikan tauladan dan arahan bagi seluruh anak negeri. Sebagaimana keberadaan Rasulullah Muhammad SAW ditengah2 shahabat dan ummatnya. Tanpa hadirnya pemimpin maka keberadaan jaman/orde 'anak ayam kehilangan induk' seperti sekarang ini justru akan semakin dimanfaatkan oleh agen-agen kerusakan untuk melaksanakan program-proyek kehancurannya (di NKRI). Muncul dan tampilnya pemimpin menjadi kebutuhan mutlak bagi terselenggarakannya kehidupan tertib, terbina dan terkendali. Pada tahapan tersebut, insyaAllah perbaikan moral ahlaq bernilai Illahiyah di negeri dan bangsa ini bisa dengan konkret diterapkan yaitu melalui keteladaan dari PEMIMPIN YANG BERJIWA TAUHID.
Wallahua'lam, mohon maaf atas ketidaktepatannya.
Wassalam.
Wa'alaikum salam wr.wb.
BalasHapusDi negeri kita, sulit mencari pekerjaan, sampai harus menjadi TKI ke luar negeri. Sementara untuk posisi pemimpin yang demikian yang Anda tulis itu, yang lowongannya banyak, justru tampaknya sulit mencari peminat. Jika ada yang berminat dengan kesadaran pengabdian kepada Allah, PASTI MUNCUL para pemimpin yang berkualitas bagus.
Assalamu'alaikum..
BalasHapusMohon maaf, kedua kommen diatas bagaimana korelasinya ya? Benarkah kalau yang saya tangkap bahwa seorang Pemimpin kemunculan dan tampilnya memang sesederhana mengisi sebuah jabatan/pekerjaan? Betulkah kalimat jika ada yang berminat ... PASTI MUNCUL ...merupakan suatu hukum ketetapan dari ALLAH Azza Wajallah terhadap berita Kepemimpinan (bagi negeri bangsa ini)? Adakah Nabiullah Adam as juga mengalami 'hukum ketetapan' tsb sebagaimana Beliau diciptakan ALLAH SWT sebagai Khalifah di bumi? Mohon dapat disampaikan penjelasannya? Terimakasih. Wassalam.
Wa'alaikum salam wr.wb.,
BalasHapusJazakumullaah khairan katsira atas tanggapan ibu. Khalifah (pemimpin) yang sesungguhnya, ditetapkan oleh Allah, bukan diangkat oleh masyarakat manusia (QS 2:30). Yang dikhalifahi seorang khalifah adalah masyarakat alam dan manusia sekaligus. Khalifah bertanggung-jawab atas arah perjalanan hidup suatu kaum dan alam lingkungan hunian kaum itu untuk suatu penggalan waktu tertentu.
Konsep khalifah agak berbeda dengan kepemimpinan manusia dalam kegiatan hidup sehari-hari. Dalam hal ini, setiap manusia adalah pemimpin dan dimintai pertanggung-jawaban atas apa yang dipimpinnya (al Hadits). Ada yang hanya ditakdirkan memimpin dalam skala kecil, ada yang lebih besar; ada yang ditakdirkan memimpin secara formal (dalam jabatan kenegaraan) ada yang diperjalankan Allah di jalur informal (memimpin masyarakat menurut aspek-aspek kehidupan tertentu, misalnya pemimpin permurnian syari'ah di suatu wilayah, pemimpin pembaharuan sistem ekonomi islami di sektor tertentu, pemimpin pembaharuan keilmuan dari yang didominasi paham sekuler menjadi qur'ani, dst). Lelaki memimpin keluarga; wanita memimpin rumahtangga. Para nabi semuanya adalah khalifah, tetapi tak semuanya memimpin negara secara formal, tercatat hanya nabi Daud a.s., Sulaiman a.s., dan Muhammad s.a.w. sebagai kepala negara.
Apa skala kepemimpinan tiap manusia, tinggal bagaiamana Allah selaku penentu memperjalankannya. Kekhalifahan Muhammad Rasulullah s.a.w. berskala semesta (sebagai rahmatan lil 'aalamiin). Beliau tak memimpin seorang diri, tetapi bersama para sahabatnya. Seluruh nabi bukan superstar atau single-fighter. Pasti berjama'ah. Majemuk (menyangkut jenis penganganan/aktivitasnya, kualitatif) sekaligus jamak (menyangkut jumlahnya, kuantitatif) namun dalam kesatuan langkah perjuangan, mencapai masyarakat adil-makmur (baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafuur, masyarakat madaniyyah; QS 34:15) di bawah naungan kepemimpinan/bimbingan Allah s.w.t.
Indonesia kini sangat membutuhkan pemimpin yang sesuai dengan tolok ukur Allah, yaitu seorang penapak tilas yang menauladani Nabi s.a.w. secara murni dan konsekuen. Artinya, yang berkriteria ruhaniyah (spiritual) dan aqliyah (intelektual) tinggi, sehingga karena bimbingan dan pertolongan Allah semata terhadap kesiapannya itu, ia mampu memecahkan berbagai masalah rumit ummat, bangsa, dan negara secara tuntas. Bila sudah ada orang-orang yang memenuhi syarat itu, pasti Allah perjalankan kelompok itu untuk akhirnya memimpin kaum bangsa ini.
Apa yang dimaksud dengan kesiapan ialah upaya lahir. Tentu, secara lahir hal itu tak pernah mudah, sebagaimana sejarah Rasul Muhammad s.a.w. pun menjelaskan perjuangan-perjuangan yang sangat-berat dari beliau beserta para sahabatnya. Allah tak pernah memanjakan manusia; kita paham bahwa Allah baru akan mengubah nasib suatu kaum setelah kaum itu berjuang penuh kesungguhan (QS 13:11). Kelompok yang mengawali berjihad sepenuh daya upaya masing-masing itulah yang dinanti-nantikan oleh negeri ini. Bila telah memenuhi syarat, PASTI TERJADI pergantian kepemimpinan, sebagaimana firman/nash/ketetapan-Nya: “Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang zhalim yang telah Kami binasakan, dan Kami (Allah) adakan sesudah mereka itu, kaum yang lain (sebagai penggantinya)” (QS. 21:11).
(bersambung...)
(lanjutan...)
BalasHapusAdam a.s. berstatus khusus, karena kakek moyang kita itu manusia pertama. Ia ditetapkan/ditampilkan Allah untuk memberi pelajaran dan kejelasan, bahwa manusialah yang memimpin atau mengkhalifahi semesta. Maka sangat sulit diterima aqal sehat manusia menyembah/mengabdi unsur alam seperti gunung, laut, dsb.
Sekali lagi, negeri ini menunggu terpanggilnya para hamba Allah untuk memperbaiki keadaan, sebagai wujud nyata pengabdian kepada-Nya. Insya Allah, satu demi satu bermunculan, saling dipertautkan hatinya (QS 3:103), dan pasti akan dirajut menjadi satu gerakan langkah oleh Allah. Contoh yang sangat kuat ialah bagaimana Umar bin Khattab dipersatukan dengan Muhammad Rasulullah s.a.w. dalam satu perjuangan.
Demikian bu, dengan segala keterbatasan saya, semoga penjelasan tambahan ini ada manfaatnya. Dan semoga Allah menambah karunia kemudahan dan pertolongan agar masing-masing pribadi muslim di negeri ini, termasuk ibu, makin gigih mengupayakan kebangkitan ruhani, sebagai modal dasar dan awal perbaikan ummat, bangsa, dan negeri kita. Amiin.
Wassalamu'alaikm wr. wb.,
Taufik Thoyib
Assalamu'alaikum Wr. Wb
BalasHapusJazakumullah khairan katsiro, atas penjelasan yang telah diberikan oleh Kajian Budaya Ilmu, terutama kepada Bapak Taufik Thoyib. Mudah2an segera dimunculkan pembawa obor bagi perjalanan nidup negeri dan bangsa tercinta ini.
Mohon maaf..Taqabbalallahu minna wa minkum. Taqabbal Ya Kariim. Selamat menyambut 'Idul Fitri 1431 H.
Wassalam.