Sabtu, 08 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Bahkan merak pun tidak riya', mengapa manusia terjangkit narcissism?
Orang yang dikagumi (selebriti) ada dalam bahaya
Para nabi dan rasul tidak mengikuti asas mayoritas (selebritas)
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkan- mu dari jalan Allah... (QS 6:116). Seluruh nabi dan rasul tidaklah mengikuti masyarakat manusia dengan asas kebenaran mayoritas (yang suaranya terbanyak dipandang benar, atau kebenaran relatif yang esensinya berubah-ubah mengikuti yang menguasai pemaknaannya), akan tetapi para nabi dan rasul berjuang sungguh-sungguh untuk mentaati perintah dan menegakkan kalimat Allah. Mereka menyampaikan kebenaran Allah selaku Al Haqq yang bersifat mutlak, yang sebenarnya sekaligus merupakan rahmat kasih-sayang Allah bagi manusia agar hidup manusia selamat. Sayangnya, kebanyakan manusia menyambut para nabi dan rasul dengan bantahan, dan bahkan permusuhan!
Ganjaran perbuatan ingin dipuji, dikagumi, terkenal, dan dikenang (RIYA')
Hakikat selebritas: disukai manusia karena Allah mencintainya
Budaya Selebritas: Ingin Terkenal dan Dipuji-puja Manusia
Doa Tak Dikabulkan, karena Matinya Hati
Penghuni Kubur yang Masih Bepergian
Rahasia Zuhud
Dunia menyerahkan dirinya padamu?
Dunia, diibaratkan wanita pelacur yang kejam
Jelmaan Fir'aun pasti tega mengorbankan rakyat
Pemimpin Jahat
Pemimpin bersifat terbuka, bukan penipu rakyatnya
Bangsa ini tak dipimpin untuk mengikuti kaum Fir'aun
► [Masukkan kursor ke dalam gambar untuk jalankan animasi] Di atas adalah gambar burung elang penjelmaan Ra, dewa tertinggi peradaban Mesir Kuno. Para fir'aun adalah penguasa politik, ilmu (disokong para tukang sihir untuk memanipulasi fakta dan data sehingga mereka dapat menguasai pola pikir), militer (dibantu tangan besi Haman), dan ekomomi (didukung keserakahan pengumpul harta, Qarun). Mereka nyaris berkuasa mutlak atas masyarakat, kaum lemah, atau secara umum, menguasai rakyat di wilayah kekuasaannya. Kekuasaan fir'auniyah adalah keterpaduan kekuasaan budaya-ilmu-politik-ekonomi yang dibangun dengan kedengkian dan kecurangan. Yang dimaksud budaya adalah dalam arti luas: mentalitas, pola ruhaniyah, pola pikir, atau millah [ada tanya-jawab dan komen tentang hal di atas, silakan klik ini untuk mengikutinya]. Bangsa ini sangat pantas untuk mensyukuri Ramadhan dengan cara secara serempak membersihkan diri dari sifat-keadaan kaum Fir'aun. Tentang ini, Syekh Abdul Qadir Jailani pernah meninggalkan renungan: "Engkau lebih memilih mengikuti jejak Fir'aun, Hamam, Qarun, Syaddad, 'Aad, dan orang-orang yang seumpama dengan mereka, yang telah dibinasakan oleh Allah lantaran terpedaya oleh dunia dan terpesona oleh angan-angan. Mereka telah melupakan Allah dan berbuat sekehendak hati, seolah-olah perbuatan mereka itu akan berlalu begitu saja tanpa ada pembalasan dari-Nya. Betapa banyak istana yang mereka bangun di atas penderitaan dan kesengsaraan orang lain; betapa banyak kehormatan dan harta benda orang lain mereka rampas; betapa banyak orang miskin dan terlantar mereka hinakan dan mereka jadikan lebih sengsara; betapa banyak orang kaya dan terhormat mereka jadikan jatuh miskin dan hilang kehormatan; dan betapa banyak bid'ah serta tradisi jelek yang mereka wariskan. Maka, Allah s.w.t. pun melenyapkan mereka beserta semua kekuasaan, kemegahan, kekayaan, kemewahan, dan kedudukan duniawi yang mereka miliki, lalu menggantinya dengan kebalikannya dari semua itu. Kemudian Ia mintakan pertanggung-jawaban dari semua pengkhianatan yang mereka perbuat. Mereka mendapat balasan yang amat berat dari-Nya yang tak terbayangkan oleh oleh mereka sama sekali. Mereka dipanggang dengan api dalam keadaan kedua tangan dan kaki terbelenggu, diberi makan dari buah zaqqum dan dhari', serta diberi minum dengan air hamim yang kesemuanya bagaikan bara api dan lahar yang mendidih, yang akan membuat tubuh mereka meleleh bila menelannya. Ingatlah! Betapa banyak doa dan rintihan di kesunyian malam yang dipanjatkan oleh orang-orang yang teraniaya karena ulah mereka, mengadukan kezhaliman yang mereka saksikan dari penguasa yang zhalim. Allah s.w.t. pun mengabulkan permohonan mereka. Ia berfirman: "Maka engkau tidak melihat seorang pun yang tinggal di antara mereka" (QS 69:8). Maka sebagian dari mereka ada yang ditenggelamkan Allah, ada yang ditelan bumi, ada yang dibunuh, ada yang diubah bentuk fisiknya menjadi kera, ada juga yang dimatikan hatinya lalu dicap dengan kemusyrikan dan kekufuran sehingga tidak bisa lagi dimasuki oleh Islam dan iman. Bukan itu saja, di akhirat kelak mereka juga mendapatkan adzab yang bersangatan dari-Nya. Ia berfirman: "Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti dengan kulit yang lain" (QS 4:56). Mereka akan hidup selama-lamanya di dalam neraka dalam keadaan disiksa, dan tidak pernah keluar darinya. Allah s.w.t. berfirman: "Tinggallah kalian dengan hina di dalamnya, dan janganlah kalian berbicara dengan Aku" (QS 23: 108). Maka berhati-hatilah engkau wahai orang yang malang, dari mengikuti jejak mereka! Jika tidak, maka engkau pun akan turut celaka seperti mereka." Dikutip dari Abdul Qadir Jailani, Al-Ghuniyyah li Thalibi Thriq al-Haqq, terjmahan Bahasa Indonesia, Sahara Intisains, Jakarta, 2005, hal. 117-118. [huruf tebal pada kutipan di atas adalah dari kami. Admin, Glagah Nuswantara] 13 Sya'baan 1431H / 25 Juli 2010.
Bagai bintang, tajam menembus zaman
Menerima jabatan bukan karena berpamrih atasnya
Wanita sebagai pemimpin
Memilih pemimpin dengan asas mayoritas (selebritas/ popularitas)?
Penguasa, kalian adalah guru bagi rakyat
Pengorbanan pemimpin untuk rakyatnya
Khalifah: melayani kaum lemah
Tauladan Menggempur Takabur
“Tolonglah aku, jika aku benar dan koreksilah aku jika aku salah. Orang-orang yang lemah di antara kalian harus menjadi kuat bersamaku sampai, atas kehendak Allah, haknya telah disyahkan. "Orang-orang yang kuat di antara kalian harus menjadi lemah bersamaku sampai, jika Allah menghendaki, aku akan mengambil apa yang harus dibayarnya”
“Patuhilah aku selama aku patuh kepada Allah dan Rasulullah, bila aku tidak mematuhi Allah dan Rasulullah, jangan patuhi aku lagi. Tidak ada pembicaraan yang baik, jika tidak diarahkan untuk memperoleh ridha Allah swt”
“Tidak ada manfaat dari uang jika tidak dibelanjakan di jalan Allah. Tidak ada kebaikan dalam diri seseorang jika kebodohannya mengalahkan kesabarannya. Dan jika seseorang tertarik dengan pesona dunianya yang rendah, Allah tidak akan ridha kepadanya selama dia masih menyimpan hal itu dalam hatinya.”
“Kita menemukan kedermawanan dalam taqwa (kesadaran akan Allah), kekayaan dalam yaqin (kepastian), dan kemuliaan dalam kerendahan hati. Waspadalah terhadap kebanggaan sebab kalian akan kembali ke tanah dan tubuhmu akan dimakan oleh cacing.”
Ketika beliau dipuji oleh orang-orang, beliau akan berdoa kepada Allah dan berkata, "Ya Allah, Engkau mengenalku lebih baik dari diriku sendiri, dan Aku lebih mengenal diriku daripada orang-orang yang memujiku. Jadikanlah aku lebih baik daripada yang dipikirkan oleh orang-orang ini mengenai diriku, maafkanlah dosa-dosaku yang tidak mereka ketahui, dan janganlah jadikan aku bertanggung jawab atas apa yang mereka katakan.”
“Jika kalian mengharapkan berkah Allah, berbuatlah baik terhadap hamba-hamba-Nya.”
Suatu hari beliau memanggil Umar ra dan menasihatinya sampai Umar menangis. Abu Bakar berkata kepadanya: "Jika engkau memegang nasihatku, engkau akan selamat, dan nasihatku adalah harapkan kematian selalu dan hiduplah sesuai dengannya”.
“Mahasuci Allah yang tidak memberi hamba-hamba-Nya jalan untuk mendapat pengetahuan mengenai-Nya kecuali dengan jalan ketidak-berdayaan mereka dan tidak ada harapan untuk meraih pencapaian itu”.
Dikutip dari web Embun Kehidupan
Makan dari usaha dan tangan sendiri Nabi Daud a.s.keluar malam dalam penyamaran, agar tak dikenal. Setiap orang yang berjumpa dengannya selalu ditanya tentang dirinya. Lalu Malaikat Jibril a.s. datang dalam bentuk seorang lelaki. Nabi Daud pun bertanya kepada Jibril tentang dirinya. Jibril menjawab: "Benar ia seorang hamba, tetapi ia (pemimpin yang) makan dari harta baitul maal ('kas negara'), tidak dari hasil usaha dan kerajinan tangannya sendiri." Daud segera pulang bergegas menuju mihrab. Ia menangis prihatin. Lalu berdoa: "Ya Allah, beri aku keterampilan, agar aku dapat hidup dan makan dari dari hasil usahaku sendiri." Allah pun memberi Daud a.s. keterampilan membuat baju besi berantai (baju perang).
Tanggungjawab atas makhluq Allah di wilayahnya
Tentang Nabi Daud dan Umar bin Khattab di atas, dikutip dari Al-Ghazali, Nasehat bagi Penguasa, Mizan, 1967, halaman 156
Hawa Nafsu
Mawas diri, mengawasi diri, sibuk meneliti aib diri
Bukan hanya perbudakan jasad, tetapi juga sistem dan mentalitas
Dzikirlah kepada Allah, Gempa Bumi Mengisyaratkan Kematian
Alam makmur-subur adalah rahmat bagi bangsa terhormat
Antara pertolongan dan kesungguhan
Akhlaq: Ukuran Pertama Kepribadian Manusia
Kepastian Kepribadian Manusia Hanya Dapat Diukur dengan Al-Qur’an
Kepribadian Luhur Bangsa-Negeri Indonesia
Fithrah Manusia: Ingin Mengetahui Yang Haqiqi
Kebodohan Membuat Manusia Buta terhadap Kasih dan Peringatan Allah
Peringatan Bencana Gagal Dimengerti Hati Buta
Jihad Membuang Pola Perasaan dan Pikiran Berduga-Sangka
Kesombongan:Buah Berfikir Duga-Sangka yang Menghancur-Binasakan Unsur Ruhaniyah
PENGANTAR SERI TULISAN INDONESIA RAYA
Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya!
Sadarlah Hatinya, Sadarlah Budinya!
Majulah neg'rinya, Majulah Pandunya
Menyuburkan Kembali Hati dan Tanah yang Tandus
Kebangkitan Negeri: Mengangkat Kembali Harkat-Martabat Bangsa
Menyuburkan Kembali Hati dan Tanah yang Tandus
Bumi Tanah Subur, Makmurlah Rakyat dan Luhurlah Peradabannya
Negeri Kesayangan dan Ridha Ilaahi (NKRI) Disyukuri dengan Pola Hidup Materialistik?
NKRI: Negara Kleptokrasi Republik Indonesia?
Negeri Kesayangan dan Rahmat Ilaahi (NKRI), Hanya Sesuai dengan Hidup Makmur Bersahaja
Janganlah Membuat Kerusakan di NKRI
Fitrah Manusia Merdeka adalah Bertauhid-Murni, Penuh Syukur atas Rahmat Allah
Besar itu adalah besarnya kekuasaan Allah; Besar itu adalah besarnya kekuatan Allah; Besar itu adalah besarnya kehendak Allah; Di hadapan Allah segalanya menjadi kecil; Jika yang kecil berhadapan dengan yang Besar maka tiada arti sama sekali; Tiadalah arti kehendak yang kecil, karena yang akan terlaksana hanyalah kehendak yang Besar, maka memahabesarkan Allah itu berma’na melenyapkan kehendak diri, diri tidak lagi berkeinginan karena semua keinginan itu tercegah, sedangkan yang akan dan pasti terlaksana hanyalah keinginan Yang Maha Besar.
Assalamu'alaikum wr.wb.
Ketika Sang Ramadhan meninggalkan kita tahun kemarin, sebuah pertanyaan tersisa: benarkah kita selaku pribadi dan selaku kesatuan kaum mu'minun, baik pada skala bangsa Indonesia maupun pada skala ummat Islam global, telah meraih kemenangan? Bila ya, tentu telah terajut-kembali seluruh unsur daya potensi ketenagaan dalam diri kita sehingga nyata, terhidupkan lagi fungsi fitrah kita.Tak hanya demikian. Jika fitrah masing-masing teraih kembali, pasti teranyam pula masyarakat kaum beriman sebagaimana ditauladankan oleh Nabi Muhammad saw dan para sahabat setianya. Ada kesamaan pandangan, untuk mengadakan persiapan dan melangkah-nyata dengan teguh dan kokoh. Ada kebersamaan mengolah-lanjut potensi masyarakat dan alam di masing-masing lingkungan hunian kita, sesuai dengan apa yang digaris-tetapkan oleh Allah selaku Sang Maha Pencipta. Indonesia pasti akan bangkit dari keterpurukan panjangnya. Demikian pula negeri saudara-saudara muslim di seluruh dunia.
Jika hal itu belum tercapai, berarti sebagai bahagian dari bangsa Indonesia, kita ummat muslim, sama sekali tak dapat menilai-diri berhasil meraih kemenangan yang dibawa-sajikan oleh Sang Ramadhan. Namun paling tidak, semoga Ramadhan ini menjadikan kita makin gigih dan tetap bersemangat untuk terus berupaya penuh kesungguhan mengadakan perbaikan diri, masyarakat, bangsa, dan negeri.
Untuk saudara-saudara pembaca di luar negeri, anda semua pun termasuk dalam rajutan ikatan hati dengan kami di Indonesia. Saran dan masukan anda untuk peningkatan weblog ini senantiasa kami tunggu di email kami [kajianbudayailmu@yahoo.com]. Akhirnya, ijinkan kami mengucapkan:Taqabballaahu minna wa minkum, minal 'aidiin wal faiziin, seluruh jajaran aktifis Kajian Budaya Ilmu memohon maaf bathiniyah dan lahiriyah, selamat Hari Raya Fithri 1433H,
Wasalamu'alaikum wr. wb.,
Admin/Taufik Thoyib
Assalamu'alaikum wr.wb.
Meskipun Ramadhan merupakan thariqah Ilaahiyah menuju terjalinnya hubungan cinta antara Allah dengan hamba, pada dasarnya sebagian besar dari rangkaian ibadah puasa merupakan jalan pembentukan jalinan hubungan kasih di antara sesama. Sejak dari amaliah puasa, menahan lapar-dahaga adalah bagian dari proses pembelajaran menumbuhkan rasa kebersamaan dengan sesama, ikut-serta merasakan penderitaan yang kesulitan; begitu pula himbauan berzakat merupakan bagian dari proses ikut berbagi kenikmatan dari yang berlimah kepada yang kekurangan, sekaligus sebagai wujud syukur atas nikmat yang diberikan-Nya. Dengan Puasa dan zakat itu lebur-bersatulah keberbedaan keadaan di antara sesama, sehingga terbentang hunian permadani kehidupan dalam naungan kedamaian.Bagaimana uraian dan kejelasannya? Silakan unduh Khutbah dari Ustadz Lutfi Fauzan di atas dengan meng-klik tombol-unduh:
versi ringkasan (134KB) atau
versi lengkap-nya (147KB).
Semoga bermanfaat --Admin
"Mungkin hasil yang diraih orang yang berpuasa hanya lapar dan dahaga; dan mungkin hasil yang diraih seorang yang shalat malam hanyalah berjaga" (HR Imam Ahmad).
Bersatu di atas pondasi kekuatan kaki sendiri
Sadarilah samudra rahmat Allah
Berlayarlah di samudera rahmat-karunia Ramadhan
Bersifatlah Pema'af, Bagai Bumi
Perasaan-hati kotor karena terikat dunia (hubbud-dunyaa)
Manusia Makhluq yang Sok Menilai
Ide Islami Diperangi
Berbondong-bondong kaum beriman mendatangi tanah lapang dan masjid-masjid yang dimuliakan lengkap berpakaian serba indah dan baru. Lisan-lisan kaum beriman bergetar basahkan bibir perdengarkan merdu ungkapan dzikir: takbir, tahlil dan tahmid. Demikian suasana ritual rutinitas yang selalu terjadi di setiap 1 Syawal. Sesaat indah-gembira suasana tampak mata kepala memandang seakan riuh-gemuruh meriahnya pesta kemenangan. Namun tidak demikian sorotan-pandang tatapan nurulllah, pilu menyayat qalbu yang dirasakan. Dalam bahasa lisan terungkap-ucap: sangat disayangkan tidak setiap jiwa insan yang diliputi suasana suka-cita di hari Fithri adalah mereka yang memperoleh kemenangan meraih nikmat kebaikan yang dibawakan oleh Ramadhan. Sebagaimana disinyalir dalam hadits: Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga saja.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan tinggalkan akun valid e-mail Anda.