Dua hari setelah tulisan di "Bencana-Permasalahan Berantai" diunggah (pada tanggal 19 Oktober 2010), terjadilah gempa dan tsunami di Mentawai. Juga letupan Gunung Merapi, dan akitifnya Gunung Krakatau. Hikmah apakah yang dapat kita ambil dari berbagai bencana alam itu? Sajian multimedia di bawah ini (klik tombol pada bagian kanan bawah untuk mengikuti sajian audio-visual-nya) merupakan satu kesatuan dengan tema tulisan bertema bencana.
Perlu perhatian sangat khusus terhadap peringatan yang tajam dan keras dari Allah terhadap bangsa ini, lewat berbagai bencana. Karena itu kami mengelompokkan tulisan-tulisan terkait tema bencana yang telah terbit di weblog ini di bawah, agar dengan bantuan Anda dapat lebih menyebarluas. Semoga dapat ikut andil menambah pengertian kita sebangsa setanah-air untuk bertaubat dengan berbuat perbaikan. Tulisan itu adalah sebagai berikut:
► Jerat Rantai Bencana-Kesulitan: Agar Bertaubat dengan Menghancurkan Kesombongan Bangunan Millah Yhd dalam Diri dan Negeri (Sabtu, 30 Oktober 2010)
► Bencana-Permasalahan Berantai: Perlawanan Bumi terhadap Penyandang Ilmu Rekayasa dan Penguasa Berkuasa (Selasa, 19 Oktober 2010)
► Kebodohan Membuat Manusia Buta terhadap Kasih dan Peringatan Allah (Kamis, 22 April 2010)
► Peringatan Bencana Gagal Dimengerti Hati Buta (Kamis, 15 April 2010)
.
Merak sering memamerkan keindahan bulunya. Namun ia tak seperti manusia yang selalu berpamrih. Merak tak mencari apalagi mengemis pujian, karena memang begitulah kodrat perilakunya ditetapkan Allah. Apakah dengan narsisisme memamerkan keindahan dan kebaik-hebatan diri, manusia sungguh-sungguh hendak merendahkan martabat pribadinya sehingga lebih bodoh daripada hewan tak berakal? Renungilah:
Perjalanan ruhani jumpa ilaahi Rabbi ibarat menempuh gunung tinggi. Barang siapa lengah, segera ia terperosok ke dalam jurang tersembunyi di balik setiap kelokan dan tanjakan. Sesekali seorang pendaki ruhani pasti mengalaminya, akibat terpukau pemandangan indah perjalanan menju pncak gunung. Taubat dan kesungguhan pengabdiannya kepada Allah, adalah tongkat penopang agar pada pendakian berikutnya, ia makin berhati-hati.
Bagi yang berhati-hati, justru sangat malu mengakui kebaikan yang hanya tampak bagian luarnya bagi orang lain itu. Yang nyata baginya adalah bagian dalam pribadinya dengan segala kehinaan, catat, kekurangan, bahkan ketercelaan yang tak kunjung habis tersoroti cahaya lentera Allah Yang Maha Mulia. Ia makin tersungkur dalam syukur, atas penyelamatan jemari kasih As-Salaam. Karena menyadari segala keburukannya, dengan sendirinya segala pujian manusia tak berbekas apa pun pada perasaan-hatinya. Ia mengharapkan agar manusia yang memujinya mendapat tambahan karunia kemuliaan pula dari sisi Allah Yang Maha Berkepemurahan Kasih Sayang. Ucapannya:

Demikian besarnya perhatian pemimpin sejati akan keselamatan dan kebahagiaan bangsanya, tetapi tidak sedikit yang menyambut dengan ejekan atau cemoohan baik dengan kata-kata maupun dengan sikapnya (dan inilah yang paling berbahaya). Bukankah sikap demikian sama halnya dengan sikap orang-orang munafiq? Sebagai manusia biasa tidak jarang mereka sedikit kecewa dengan sikap bangsanya yang kurang menaruh perhatian, dengan kata lain kurang bersungguh-sungguh untuk bangkit. Namun kesadarannya tidak membiarkan hatinya kecewa. Terhiburlah hati ketika kesadarannya membisikkan, bahwa peran sang pemimpin sejati hanyalah membawa kabar gembira
Begitu banyak kepalsuan. Pemimpin suatu kelompok bangsa yang selalu membantu mereka yang menggelar kebencian, perang, dan penindasan pada bangsa lain misalnya, bisa saja justru tampak mulia bahkan diberi penghargaan sebagai pembela kedamaian ummat manusia. [Taufik Thoyib]. 21 Rajab 1431 / 4 Juli 2010
Sabda Nabi s.a.w. kepada Asma binti Abu Bakar r.a.: "Berinfaqlah. Janganlah kamu menghitung-hitung (hartamu, kikir), nanti Allah akan menghitung (kejelekan-kejelekan) mu. Jangan pula kamu menyembunyikan (hartamu) nanti Allah akan menyimpan (kejelekan-kejelekanmu) untuk dibeberkan di Hari Akhir (Lu'lu' wal Marjan, 1/244).
"Seorang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dan dekat dengan surga. Adapun orang yang kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat dengan neraka." (Tasyiirul Wushuul, 2/88).
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan
Sinyalemen hadits tersebut memberikan gambaran bahwa: dari tahun ke tahun yang dapat diberlangsungkan dan diperoleh kebanyakan manusia dari kunjungan Ramadhan hanyalah mendatangkan ritual rasa lapar dan dahaga dari puasanya. Tidak ada perubahan dan pembaharuan berarti yang dapat dibukti-rasakan dalam berkehidupan, kecuali yang selalu muncul hanya keluh-kesah atas kesulitan berantai menjalani kehidupan. Seakan hadits tersebut tampil sebagai kaca cermin besar yang menunjukkan puasa kebanyakan manusia layaknya puasa anak-anak. Anak-anak itu berbangga dalam berpuasa agar memperoleh berbagai hadiah yang diiming-imingkan yang kesemuanya bersifat keindahan dan kesenangan nafsu semata. Ketika bentuk keindahan-kesenangan nafsu tidak terpenuhi mereka kecewa putus asa dan perhatiannya lebih terpaku pada kesulitan yang ditemui daripada kasih Ilaahi.
Untuk itu mari sejenak di bulan yang fithrah ini kita tunduk-renungkan diri hadirkan Allah selaku saksi kejujuran, diri bertanya pada nurani-hati. Pada tingkatan puasa apakah yang sudah berhasil kita langsungkan selama ini? Tentunya masing-masing pribadi beriman tidak hendak puasanya dinilai-persepsikam sama dengan puasanya anak-anak, kecuali yang diharapkan dari berpuasa dapat menghantarkan jiwa pada kedekatan cinta dengan Allah. Namun demikiankah yang diperoleh?
ass.wr.wb
BalasHapusmohon penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan ilmu rekayasa/seperti apa misalnya? terimakasih.
wss.wr.wb
Wa'alaikum salaam wr.wb.,
BalasHapusGaris besarnya, ilmu manusia terbagi dua. Yang bathil, adalah yang berdasarkan logika (nathiqun) karena bersifat subjektif memperturutkan nafsu manusia, tak berhubungan dengan hati-nurani. Jika nafsu itu masih didomnasi sifat-sifat tercela seperti sombong-angkuh, iri-dengki, dan tamak-serakah, pasti ilmu yang ditumbuhkan manusia bersifat merusak manusia itu sendiri, manusia lain, dan alam. Yang kedua adalah ilmu yang haqq. Yaitu ilmu berlandaskan berfikir-aqal ('aql) dengan hati-nurani secara qur'ani. Nafsu tak boleh tercela, bahkan nafsu hanyalah pelaksana, bukan penentu. Penentu/pengambil keputusan keilmuan adalah hati yang senantiasa Allah bimbing. Demikian, sehingga ilmu yang tumbuh adalah kemanfaatan bagi manusia itu sendiri, manusia lain, dan alam. Jika perlu, silakan membaca tema ini pada http://kajianbudayailmu.blogspot.com/2010/06/membaca-sesuatu-bersama-logika-atau.html
Ilmu adalah tatanan dan jalinan pengetahuan yang telah dipraktekkan serta berbukti kemanfaatannya. Ilmu punya tiga ranah: [1] falsafah keilmuan, [2] konsep/bentuk keilmuan, dan [3] terapan keilmuan.
Rekayasa adalah salah satu segi dari terapan keilmuan yang subjektif serta memihak kepentingan manusia saja, sehingga kehidupan alam tak dipedulikan. Contohnya, rekayasa tanah pertanian dengan pupuk anorganik/kimiawi. Dalam tempo singkat hasilnya memang berlipat. Tetapi dalam tempo panjang, tanah menjadi rusak (jenuh bahan kimia).
Semoga bermanfaat.
Glagah Nuswantara - Admin
terimakasih...semoga ada tulisan/penjelasan lebih lanjut tentang tiga ranah ilmu mencakup 1)falsafah keilmuan 2)konsep/bentuk keilmuan dan 3)terapan keilmuan...wassalam
BalasHapusAssalamu alaikum Wr wb,
BalasHapusSaat ini hampir seluruh perhatian anak bangsa tertuju pada kejadian meletusnya Merapi, yang konon ini terbesar dan yang paling tidak terprediksi dalam beberapa dasawarsa ini.
Meletusnya Merapi ini menimbulkan 2 keprihatinan serius dalam hati saya. Pertama, ternyata memang akhirnya harus tangan Allah sendiri yang harus mengingatkan bangsa Indonesia (meski saya belum yakin anak bangsa ini akan sadar). Kedua, tertuju pada pusat perhatian saat ini, yaitu Merapi (yang sanggup mengalihkan perhatian tsunami Mentawai yang cukup dahsyat, banjir Wasior de el el). Seperti kita ketahui bersama, bagi orang Jawa (maksud saya suku, bukan Jawa menurut Quran) Merapi mempunyai mitologi tersendiri. Bahkan ledakan Merapi selalu dijadikan tengara akan terjadi perubahan sosial di tanah Jawa (yang kebetulan pusat pemerintahan ada di tanah Jawa). Jadi meletusnya merapi - menurut saya- akhirnya tidak dijadikan pembelajaran bagi anak bangsa untuk segera bertaubat, akan tetapi malah dijadikan sebagai alat pembenaran oleh pemegang kepercayaan kejawen akan terjadinya deformasi di struktur sosial kemasyarakatan Indonesia. Bahkan akhir2 ini malah banyak muncul rumor2 yang bukannya memperbaiki hati, tapi malah menimbulkan keresahan.
Akhirnya muncul tanda tanya dalam hati (atau logika saya) mengapa harus merapi yang meletus. Tidak gunung2 yang lain, sehingga sadar diri dan keinsyafan yang terbentuk, bukannya malah kepercayaan2 syirik yang malah makin terbentuk akhir2 ini di sekitar merapi.
Wallahu 'alam.
Mungkin bapak bisa memberikan sedikit pencerahan atas logika berpikir saya tersebut.
Terima atas penjelasannya.
Wassalamu alaikum Wr wb,
aisyunanto@yahoo.com
Wa'alaikum salam wr.wb.,
BalasHapusSetiap makhluq Allah bersifat unik, atau masing-masing makhluq tak ada duanya. Demikian pula dengan ciptaan-Nya yang dinamai masyarakat sebagai G. Merapi. Bagaimana kedudukannya dalam lingkungan alam di Pulau Jawa, haqiqinya hanya Allah yang mengetahui. Juga, apa rencana Allah atas sang gunung, adalah rahasia-Nya. Tentu, Allah yang Maha Pemurah akan mengidzinkan para hamba yang dikehendaki-Nya untuk mengetahui hal tersebut, agar si hamba dapat memimpin masyarakatnya untuk lebih pandai mensyukurinya.
Yang jelas, bangsa ini terancam terseret ke lembah kekufuran: bukti bahwa alam tak lagi ramah kepada bangsa ini. Para penguasa mesti memimpin masyarakat untuk bertaubat, dalam arti kembali pada ketetapan dan rencana-Nya. Jika mereka tidak mengambil kesempatan pertaubatan/perbaikan selagi masih bisa, maka rakyatlah (dalam komunitas atau kaumnya masing-masing) yang mesti mengambil alih langkah pertaubatan bersama tersebut. Itu prinsip. Pada waktunya dari kalangan rakyat akan ada sekelompok hamba Allah yang akan mengganti kepemimpinan yang usang karena tak mengambil langkah perbaikan apa pun.
Jadi? Marilah kita berlomba-lomba (bantu-membantu, bukan bersaing-saingan) menuju ampunan Rabb. Sabiquu ilaa maghfiratim mir rabbikum...
Salam, Taufik Thoyib -Admin
Assalamu alaikum Wr wb,
BalasHapusPenjelasan bapak betul.
Saya hanya merasa prihatin bahwa bencana ini hanya akan sekedar mengulang kejadian reformasi tahun 1998 dulu.
Reformasi seharusnya oleh umat Islam dijadikan moment untuk sadar diri dan berbenah hati, tetapi ternyata lepas kendali.
letusan gn Merapi yang merupakan pesan Allah agar bangsa Indonesia bertaubat, malah disikapi dengan perbuatan2 laknat.
Terima kasih banyak pak atas penjelasannya.
Wassalamu alaikum Wr wb,
aisyunanto@yahoo.com