Dari Ramadhan ke Ramadhan
etahun diri berada dalam petualangan turuti nafsu, jatuh-terpuruk jiwa kefithrahan didesak-tekan keingkar-dustaan, sikap diri tak pernah sadar telah buahkan dosa yang menjerat langkah diri ke siksa adzab neraka.
Terperangkap diri dalam aggapan merasa berada dalam garis-lurus taat Ilaahi, kenyataan hati tak dapat bersapa-kata dengan Ilaahi. Tiada guna sesal kemudian tatkala maut menjemput diri.
Kasih dan sayang Ilaahi tiada batas-tercurah, hadirkan Ramadhan si Tamu Agung nan Mulia, entas-bebaskan jiwa kehidupan dari jerat adzab neraka yang tak pernah disadari adanya.
Pahit dirasa nafsu hadirnya Ramadhan, di awal kegiatan tumbuh-bangkitkan kesadaran ruhani, tersorot kejahatan laku-perbuatan nafsu menekan-bunuh nurani-hati ingin hidup akrab-Ilaahi.
Sebutir benih kesadaran dilontar-tumbuhkan Ramadhan si Tamu Mulia ke dalam qalbu insani, tumbuhkan rasa malu pada jiwa, sadarkan diri hidup dalam pembangkangan bersimbah dosa.
Terpancing kesadaran tumbuhkan gairah baru, membangun kemurnian iman tauhid pada kedalaman hati selaku pondasi dan perisai diri dari bujuk-kemunafiqan pendusta diri dan Ilaahi.
Laksana hujan turun mengguyur gurun-pasir tandus, kesegaran tersibak, demikian Ramadhan hadir guyurkan rahmat-ampunan dan pelepasan jiwa tandus dari adzab tak terperi.
Laksana si kecil tertatih jatuh-bangun, berlatih tegak-berdiri, demikianlah terhuyung langkah kefithrahan bergerak-bangkit menuju pensucian jiwa dalam titian Ramadhan Tamu Agung nan Mulia.
Tulisan di atas merupakan cuplikan dari Khutbah Iedul Fitri 1432, buan pena Ustadz Lutfi Fauzan --Admin. Tulisan selengkapnya dalam versi ringkasan maupun versi kompletnya, mohon diunduh dari kolom di kanan atau sidebar weblog ini, di dalam rubrik dengan tombol "Renungan Ramadhan".
Merak sering memamerkan keindahan bulunya. Namun ia tak seperti manusia yang selalu berpamrih. Merak tak mencari apalagi mengemis pujian, karena memang begitulah kodrat perilakunya ditetapkan Allah. Apakah dengan narsisisme memamerkan keindahan dan kebaik-hebatan diri, manusia sungguh-sungguh hendak merendahkan martabat pribadinya sehingga lebih bodoh daripada hewan tak berakal? Renungilah:
Perjalanan ruhani jumpa ilaahi Rabbi ibarat menempuh gunung tinggi. Barang siapa lengah, segera ia terperosok ke dalam jurang tersembunyi di balik setiap kelokan dan tanjakan. Sesekali seorang pendaki ruhani pasti mengalaminya, akibat terpukau pemandangan indah perjalanan menju pncak gunung. Taubat dan kesungguhan pengabdiannya kepada Allah, adalah tongkat penopang agar pada pendakian berikutnya, ia makin berhati-hati.
Bagi yang berhati-hati, justru sangat malu mengakui kebaikan yang hanya tampak bagian luarnya bagi orang lain itu. Yang nyata baginya adalah bagian dalam pribadinya dengan segala kehinaan, catat, kekurangan, bahkan ketercelaan yang tak kunjung habis tersoroti cahaya lentera Allah Yang Maha Mulia. Ia makin tersungkur dalam syukur, atas penyelamatan jemari kasih As-Salaam. Karena menyadari segala keburukannya, dengan sendirinya segala pujian manusia tak berbekas apa pun pada perasaan-hatinya. Ia mengharapkan agar manusia yang memujinya mendapat tambahan karunia kemuliaan pula dari sisi Allah Yang Maha Berkepemurahan Kasih Sayang. Ucapannya:

Demikian besarnya perhatian pemimpin sejati akan keselamatan dan kebahagiaan bangsanya, tetapi tidak sedikit yang menyambut dengan ejekan atau cemoohan baik dengan kata-kata maupun dengan sikapnya (dan inilah yang paling berbahaya). Bukankah sikap demikian sama halnya dengan sikap orang-orang munafiq? Sebagai manusia biasa tidak jarang mereka sedikit kecewa dengan sikap bangsanya yang kurang menaruh perhatian, dengan kata lain kurang bersungguh-sungguh untuk bangkit. Namun kesadarannya tidak membiarkan hatinya kecewa. Terhiburlah hati ketika kesadarannya membisikkan, bahwa peran sang pemimpin sejati hanyalah membawa kabar gembira
Begitu banyak kepalsuan. Pemimpin suatu kelompok bangsa yang selalu membantu mereka yang menggelar kebencian, perang, dan penindasan pada bangsa lain misalnya, bisa saja justru tampak mulia bahkan diberi penghargaan sebagai pembela kedamaian ummat manusia. [Taufik Thoyib]. 21 Rajab 1431 / 4 Juli 2010
Sabda Nabi s.a.w. kepada Asma binti Abu Bakar r.a.: "Berinfaqlah. Janganlah kamu menghitung-hitung (hartamu, kikir), nanti Allah akan menghitung (kejelekan-kejelekan) mu. Jangan pula kamu menyembunyikan (hartamu) nanti Allah akan menyimpan (kejelekan-kejelekanmu) untuk dibeberkan di Hari Akhir (Lu'lu' wal Marjan, 1/244).
"Seorang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dan dekat dengan surga. Adapun orang yang kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat dengan neraka." (Tasyiirul Wushuul, 2/88).
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan
Sinyalemen hadits tersebut memberikan gambaran bahwa: dari tahun ke tahun yang dapat diberlangsungkan dan diperoleh kebanyakan manusia dari kunjungan Ramadhan hanyalah mendatangkan ritual rasa lapar dan dahaga dari puasanya. Tidak ada perubahan dan pembaharuan berarti yang dapat dibukti-rasakan dalam berkehidupan, kecuali yang selalu muncul hanya keluh-kesah atas kesulitan berantai menjalani kehidupan. Seakan hadits tersebut tampil sebagai kaca cermin besar yang menunjukkan puasa kebanyakan manusia layaknya puasa anak-anak. Anak-anak itu berbangga dalam berpuasa agar memperoleh berbagai hadiah yang diiming-imingkan yang kesemuanya bersifat keindahan dan kesenangan nafsu semata. Ketika bentuk keindahan-kesenangan nafsu tidak terpenuhi mereka kecewa putus asa dan perhatiannya lebih terpaku pada kesulitan yang ditemui daripada kasih Ilaahi.
Untuk itu mari sejenak di bulan yang fithrah ini kita tunduk-renungkan diri hadirkan Allah selaku saksi kejujuran, diri bertanya pada nurani-hati. Pada tingkatan puasa apakah yang sudah berhasil kita langsungkan selama ini? Tentunya masing-masing pribadi beriman tidak hendak puasanya dinilai-persepsikam sama dengan puasanya anak-anak, kecuali yang diharapkan dari berpuasa dapat menghantarkan jiwa pada kedekatan cinta dengan Allah. Namun demikiankah yang diperoleh?
Presiden, sambung Julian, telah mengetahui pemberitaan terkait Wikileaks yang marak diberitakan media. Sejauh ini, Presiden tidak memiliki tanggapan apa pun. Kepala Negara juga dikatakan tak akan memanggil menteri-menteri yang dikatakan berpotensi menjadi sekutu AS.
BalasHapusSeperti diwartakan, dokumen dengan Reference IDM, 09JAKARTA1773, dibuat tanggal 23 Oktober 2009 dan dirilis 24 Agustus 2011, memperlihatkan sejumlah menteri anggota Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II dalam pemerintahan SBY-Boediono disebut-sebut sangat potensial untuk menjadi sekutu Amerika Serikat (AS).
Lihat http://nasional.kompas.com/read/2011/08/26/20493938/Sejumlah.Menteri.SBY.Potensial.Jadi.Sekutu.AS
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
BalasHapusSetelah membaca khotbah Idul Fitri buah pena Ustadz Lutfi Fauzan, ada kata kunci menarik yaitu: BERBAJU BATIK KEMUNAFIKAN... dalam kalimat:
"Akankah ia diberikan dengan isi yang menjijikan berupa tumpukkan lumpuran dosa dengan kertas pembungkus bergambarkan batikan kemunafiqan, kesombongan dan berbagai bentuk gambar-batikan perilaku akhlaq tercela."
Sebagai orang awam dan yaqin segalanya telah Allah SWT tentukan, saya kepada pribadi saya mendapatkan pelajaran bahwa 'untung' pada saat sholat Id kemarin tidak memakai 'baju BATIK KEMUNAFIKAN'...semoga ni'mat Allah senantiasa tercurah kepada saudara/shahabat sesama pejuang di jalan-NYA dan selalu terhindar dari memakai 'baju kemunafikan' di hadapan-NYA. Amin Ya Rabbal'alamin...
Berikut tanggapan dari Ustadz Luti Fauzan:
BalasHapusAmin, kita semua berlindung dan mohon keselamatan dari Allah supaya dijauhkan dari sifat-sifat buruk yang tersamar yang kita sendiri terkadang kurang menyadari. Jika bukan karena rahmat Allah tidak seorang pun yang bakal selamat (QS 24:21)
--Admin