Senin, 15 Agustus 2011

Seri Ramadhan Indonesia Merdeka #5

Seri Ramadhan Indonesia Merdeka #5
NKRI Dikepung Pasukan Gajah?


Banyak kesejajaran kesejarahan antara Indonesia dan Mekkah. Indonesia bagai bidang proyeksi Ka'bah. Ka'bah tampak mengulang sejarahnya ketika Pasukan Gajah Abraha menyerbunya, karena kini, kenyataannya memang raksasa kapitalisme Yhd global pun mengepung Ka'bah. Tak berlebihan jika ada sementara pihak yang mengkhawatirkan hilangnya nuansa kesakralan Ka'bah --bahkan bukan tidak mungkin ada rekayasa Yhd nan sangat lihai untuk menjadikannya sebagai "objek turisme spiritual" atau tempat penziarahan belaka, persis seperti "tempat bersejarah" tradisi agama lain di luar Islam. Jika Ka'bah luntur maknanya, apa jadinya dengan dakwah islamiyah?

Indonesia pun kini nyaris menjadi jarahan kekuatan kapitalisme global. Saksikanlah cakar-cakar hitam-tamak yang menjarah kekayaan negeri ini atas nama "pembangunan", "kemajuan", "pasar bebas", atau "globalisasi". Berapa banyak aset negara yang kini dikuasai asing? Apa yang hendak dijual lagi oleh para penguasa? Jika bentuk kesyukuran atas kesubur-makmuran negeri ini hanyalah keserakahan semacam itu, apakah bukan adzab yang sedang menanti bangsa Indonesia?



...dropcap S...

audara-saudara, mari kita buka bersama nurani-hati untuk melihat-saksikan ragam penciptaan Allah yang direntangkan dalam satu rajutan santun-berkesetimbangan. Ke arah demikian ini pulalah sebenarnya Allah mendidik-membina manusia selaku makhluk yang diamanati bumi beserta isinya. Sudah benarkah manusia --khususnya masyarakat Islam-- menerapkan kebijakan atau langkah-kegiatan yang seirama dengan nilai pendidikan-pembinaan yang dilangsungkan Allah terhadap manusia selaku khalifah? Atau justru sebaliknya, manusia menentang secara sikap dan membelakangi seruan-himbauan Allah? Bukankah yang diterima masyarakat bangsa ini justru buah hasil balik berupa rangkaian kesulitan?

Dalam hal ini kenyataanlah yang dapat memberi jawaban tepat. Kenyataan yang tidak dapat ditutup-tutupi dengan rekayasa apapun, memperlihatkan isyarat-tanda perjalanan hidup Indonesia Ibu Pertiwi di ambang kelumpuh-hancuran. Sadarkah anak bangsa terhadap keberlangsungan hidup yang demikian? Jawaban kembali pada masing-masing nurani-hati anak bangsa. Berbicara masalah “nurani-hati” tidaklah sama dengan pengertian menuntut-dahulukan hak-kepentingan peribadi-suku-kelompok-partai, tetapi mengutama-dahulukan landasan kebersamaan sikap santun-berkesetimbangan yang bernuansa kesemestaan. Indonesia Ibu Pertiwi kian hari kian mendalam luka-deritanya. Parah lukanya memancing-ajak perasaan-hati merenung sesaat berada di keheningan, mengharap berkenan Allah membuka-keluarkan Indonesia Ibu Pertiwi dari jeratan kelumpuh-hancuran.

Tidak ada yang kami intai-harapkan dari upaya menjaga kesehatan dan keamanan negeri-bangsa, kecuali hanya hendak mengembalikan Indonesia Ibu Pertiwi pada kodrat-kefithrahannya yang selama ini telah dilupa-tenggelamkan oleh pelaku-perilaku pola fikir-pandang-keilmuan Yhd. Salah-satu jenis penyakit yang telah merongrong kodrat-kefithrahan ialah pandangan-sikap hidup materialistik-individualistik. Sedangkan kodrat-kefithrahan bangsa Indonesia yang kini rusak parah ialah:
  • Selaku bangsa yang kokoh-kuat terikat oleh tali kesatuan-persatuan.
  • Berjiwa ramah-tamah lemah-lembut saling bermusyawarah-bergotong-royong antar sesama anak bangsa, tetapi keras-tegas bersatu mengusir penjajahan.
  • Menjadi bangsa yang terpandang berharkat-martabat dengan segala kebebas-aktifannya tidak mau diarah-tentukan apalagi diatur oleh bangsa-bangsa lain. Inilah satu di antara lain wujud dari “Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial”, sebagaimana tercantum pada salah satu kalimat di alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945”.

Adanya campur tangan fihak lain dalam kehidupan suatu bangsa baik langsung maupun tidak langsung (melalui pola pemikiran-pandangan-hidup keilmuan Yhd) pasti akan mengganggu-kacaukan ketertiban dunia dan kebebasan bermerdeka. Itulah sebabnya peran-serta Indonesia melaksanakan ketertiban dunia di tengah-tengah kehidupan berbangsa-bernegara satu di antara lain adalah tidak membiar-perkenankan campur tangan fihak lain dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa. Demikian luhurnya kodrat-kefithrahan yang hendak diperjuang-lanjutkan oleh anak bangsa dalam perjalanan mengisi kemerdekaan, meski dalam perjalanan hidup mengisi kemerdekaan bangsa, Indonesia tidak pernah lepas dari rongrongan yang hendak menghancur-lumpuhkan azas-pondasi-dasar kehidupan bangsa.

Sejarah telah membuktikan sebelum Indonesia Ibu Pertiwi lumpuh-dihancurkan, para pelaku-perilakunya yang terlebih dahulu dihancur-tenggelamkan oleh perbuatannya sendiri. Hal-keadaan demikian ini seirama dengan sejarah Ka’bah yang hendak dihancur-lumpuhkan oleh tentara gajah. Sebelum Ka’bah dihancur-lumpuhkan, para pelaku-perilakunya lebih dahulu dilumpuh-hancurkan bahkan keadaan mereka bergelimpangan laksana daun kering dimakan ulat. Para perusuh yang hendak menghancur-lumpuhkan Ka’bah lupa dan tidak sadar bahwa Ka’bah ada yang memiliki: Allah Yang Maha Kuasa dengan kekuatan tidak dapat mereka perhitungkan secara logika. Karena keterbatasan memandang hanya sebatas garis-kerangka-fisik suatu bangunan, tentara gajah maju dengan kesombongan dan berbangga pada kekuatan yang dimiliki untuk menghancur-lumpuhkan Ka’bah. Mereka tentara gajah tidak sadar bahwa dalam hidup ini ada faktor penentu yang kekuatan-Nya tidak dapat dipandang-nilai dengan mata-kepala. Demikian pula rentangan alam Indonesia Ibu Pertiwi ada pemiliknya, yaitu Allah selaku Yang Maha Memiliki. Sang Pemilik tentu tidak menghendaki kepunyaan-Nya dirusak apalagi sampai pada tingkat upaya pelumpuh-hancuran.

Tampaknya sejarah hendak mengajak bangsa Indonesia terutama masyarakat Islamnya mengingat-ulang kembali, peristiwa kesombongan tentara gajah yang ingin menguasai Jazirah Arab bahkan dunia Internasional. Apa yang terjadi? Sebelum Jazirah Arab bahkan dunia Internasional dapat dikuasai, dalam kelengahannya berbangga dengan kekuatan, tiba-tiba tanpa disadari dalam waktu sekejap perekonomiannya luluh-lantak diserang 4 ekor burung ababil. Keadaannya tidak berbeda dengan tentara gajah yang diibaratkan daun-daun kering dimakan ulat. Demikian itulah keadaan mayat manusia bergelimpangan menjadi satu dengan puing-puing runtuhan bangunan peradabannya yang menentang Allah. Dengan peristiwa ini diharapkan bangsa Indonesia dapat memetik pelajaran berhikmah.

Tulisan di atas merupakan bagian dari buah pena Ki Moenadi MS (alm) tahun 2001, berjudul “Indonesia-Ku, Pengantar Kami”, dengan penyesuaian redaksional dan beberapa tambahan informasi mutakhir dari Taufik Thoyib. –Admin.


3 komentar:

  1. Assalamu'alaikum Wr. Wb..
    Alhamdulillah..bisa bersua kembali di majelis ini..
    ada sedikit ralat barangkali: pada frase
    --bahkan tidak mungkin ada rekayasa Yhd nan sangat lihai untuk menjadikannya sebagai "objek turisme spiritual" atau tempat penziarahan belaka, persis seperti "tempat bersejarah" tradisi agama lain di luar Islam.
    **mungkin yang di maksud kan Bapak --bahkan mungkin ada rekayasa Yhd..?
    jazakumullah..
    Wassalam.

    BalasHapus
  2. Assalamu'alaikum Wr. Wb.
    Terkait dengan pembahasan tsb di atas, saya teringat sebuah kisah shahabat Ibnu Ummi Maktum (yang maaf: tuna netra).
    Dikisahkan (sebelumnya mohon maaf jika saya lupa Perawai hadis ini):
    "Sepeninggal seseorang yang biasa menuntun Ibnu Ummi Maktum menuju masjid untuk sholat berjama'ah, suatu ketika Ibnu Ummi Maktum terjatuh saat perjalanan menuju masjid karena terantuk sebuah batu. Sesampai di masjid disampaikanlah 'kecelakaan' tadi kepada Rasulullah SAW. Dan Rasul SAW pun bersabda: "Seluruh dosa2 Ibnu Ummi Maktum rontok karena 'kecelakaan' dalam perjalan menuju masjid tadi".

    Dan ini yang menjadi 'kewaspadaan tingkat tinggi', selanjutnya dikisahkan:
    Keesokan harinya, Iblis melihat apa yang terjadi pada Ibnu Ummi Maktum kemarin, merupakan suatu 'sejarah' yang tidak boleh terulang lagi. Sehingga Iblispun berpura2 menyerupai manusia untuk menemani bahkan menggandeng Ibnu Ummi Maktum saat kembali berangkat menuju masjid.
    Jazakumullah..
    Kurang lebihnya mohon dimaafkan.
    Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

    BalasHapus
  3. Wa'alaikum salaam wr wb.,... Jazakumullaah kr kts, yang benar "...bahkan bukan tidak mungkin ada rekayasa Yhd nan sangat lihai untuk menjadikannya sebagai "objek turisme spiritual"...". Kami telah merevisinya. Maturnuwun. Taufik Thoyib

    BalasHapus

Silakan tinggalkan akun valid e-mail Anda.