Kerusakan alam di negeri ini adalah sindiran keras dan tajam bagi rakyat Indonesia. Tanah gersang, ibarat hati gersang. Disadarikah kenyataan di hadapan mata ini? Lalu, bagaimana meraih ampunan Allah yg disajikan Sang Ramadhan?
Dari Ibnu Abbas rodhiallohu ‘anhu dari Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda menyampaikan apa yang diterimanya dari Tuhannya Alloh ‘azza wa jalla. Dia berfirman, “Sesungguhnya Alloh mencatat semua amal kebaikan dan keburukan”. Kemudian Dia menjelaskan.
“Maka barang siapa telah berniat untuk berbuat suatu kebaikan, tetapi tidak melakukannya, maka Alloh mencatatnya sebagai satu amal kebaikan. Jika ia berniat baik lalu ia melakukannya, maka Alloh mencatatnya berupa sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat, bahkan masih dilipatgandakan lagi. Dan barang siapa berniat amal keburukan namun tidak melakukannya, Alloh akan mencatatnya sebagai amal kebaikan yang utuh, dan bila ia berniat dan melakukannya, maka Alloh mencatatnya sebagai satu amal keburukan.” (HR. Bukhori dan Muslim dalam kedua kitab Shahih-nya dengan redaksi tersebut)
Fungsikan Hati, untuk Menangkap Isyarat Petunjuk Allah

engapa seseorang telah berniat buruk tetapi belum atau tidak melaksanakannya? Itulah bisikan hati; itulah sebabnya niat buruk yang belum terlaksana belum terhukum buruk. Dengan demikian jelaslah bahwa hati jualah yang menjadi sorotan penilaian. Tetapi yang perlu diingat dari pernyataan Hadits tersebut tentang niat buruk yang belum terlaksana tidak terhukum sebagai hal yang buruk, hanya berlaku bagi mereka yang baru saja mengenal Islam, atau bagi mereka yang jatuh bangun saat mem-perbaiki diri. Dimaksudkan dengan pernyataan tersebut agar tidak muncul rasa putus asa di saat jatuh bangun memperbaiki diri. Tetapi bagi mereka yang hidupnya tidak pernah putus dari petunjuk Allah, maka apapun lintasan hatinya telah masuk dalam catatan Allah dan setiap lintasan hati atau gerak hati pasti menghasilkan bentukan yang kelak akan tampil sebagai catatan amalnya, baik itu bentukan buruk maupun bentukan baik. Itulah sebabnya bagi mereka yang telah mencapai jenjang kearifan, pasti selalu menjaga dan memperhatikan semua lintasan hati. Satu hal yang perlu menjadi perhatian ialah apabila hati belum dapat mencapai nilai baik di mata Allah, sulit baginya untuk menerima langsung petunjuk dari Allah. Hal itu dikarenakan hatinya sakit, sedangkan penyebab hati sakit itu adalah dosa-dosa yang telah tertimbun cukup lama. Dengan demikian kapan seseorang sulit menangkap petunjuk dari Allah, dipastikan hatinya sedang sakit. Apa akibat hati sakit?
Sakitnya hati menyebabkan unsur potensi ketenagaan lain dalam diri menjadi tidak berfungsi. Itulah sebabnya apabila seseorang akan Allah tampilkan selaku orang yang terpandang baik dalam pengertian menyeluruh, sementara orang tersebut hatinya masih diliputi dengan berbagai macam bentuk kotoran, maka yang mula pertama Allah lakukan ialah menyucikan atau membersihkan hatinya.
Dengan bersihnya hati, diharapkan si hamba dapat lebih mudah untuk mengerti dan memahami apa-apa yang Allah sampaikan (lewat Al Qur’an), kemudian dapat pula disikapi dengan mudah. Hamba yang demikian itu barulah dapat dikatakan sebagai orang yang memiliki kebaikan. Untuk itu marilah kita perhatikan, bagaimana cara Allah mengangkat derajat para hamba yg keadaannya bagai keledai dungu yang buta huruf dengan curahan kasih sayang-Nya? Mengapa untuk membimbing keledai dungu Allah lakukan dengan curahan kasih sayang? Dengan curahan kasih sayang tersebut diharapkan sang keledai dapat menjadi manusia yang patuh lagi taat dengan dasar kesadaran terhadap Allah, bukan dengan keterpaksaan. Ya, curahan kasih sayang yang Allah berikan tidak lain untuk memancing dan menggugah kesadaran yang tertimbun lumpur noda dan dosa --bahkan boleh jadi kesadaran itu telah mati karena terlalu lama tertimbun kotoran. Dengan demikian munculnya kedunguan dalam diri manusia disebabkan karena dosa. Meskipun tampaknya cerdas, namun kecerdasan itu adalah kecerdasan dungu. Selama hati manusia belum dapat menerima petunjuk langsung dari Allah, selama itu pula dirinya belum dapat dikatakan seorang yang cerdas dalam pengertian sebenarnya --apalagi untuk menjadi seorang yang cerdik. Oleh sebab itu perhatikanlah bagaimana cara Allah membersihkan hati yang semula kotor penuh diliputi penyakit menjadi hati yang bersih dan sehat sebagai tempat memancarkan nilai kebaikan yang sejati. Sebenarnya jika manusia mau mengkaji lebih sungguh-sungguh Al-Qur’an, maka cara Allah membersihkan hati yang semula kotor penuh diliputi penyakit menjadi hati yang bersih sudah Allah tuangkan dalam Al-Qur,an dengan sejelas-jelasnya.
Tetapi karena Al-Qur’an lebih banyak diabaikan oleh manusia khususnya ummat Islam, maka isyarat-isyarat pengajaran yang Allah sampaikan dalam Al-Qur’an nyaris tidak dapat diketahui dengan jelas dan pasti. Salah satunya tersirat dalam firman, yang artinya: “Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membaca-kan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (QS. 62:2). Bila Ayat tersebut diperhatikan dengan sungguh-sungguh, maka akan diperoleh gambaran urutan langkah-langkah cara Allah memfungsikan hati yang semula kotor diliputi penyakit. Urutan tersebut adalah:
• Rosul menyampaikan penjelasan dengan sejelas-jelasnya.
• Hati disucikan, dibersihkan dari segala kotoran.
• Pelajaran berhikmah diberikan.
Mengapa pertama kali Allah mengirimkan Rasul selaku pemberi penjelasan? Karena hamba yang hatinya masih kotor diliputi penyakit, sulit untuk menangkap isyarat petunjuk Allah. Untuk itulah sebagai langkah awal atau selaku penyambung antara sang hamba yang hatinya kotor diliputi penyakit dengan Allah, Ia kirimkan seorang Rasul. Kemudian setelah penjelasan-penjelasan yang disampaikan Rasul dapat didengar dengan baik dan sedikit dapat menyentuh kesadaran, barulah Allah bersihkan atau sucikan hati yang kotor itu. Dengan bersihnya hati itulah pelajaran berhikmah dari Allah dapat diterima sang hamba. Dari penjelasan tersebut dapatlah para hamba mengetahui dengan jelas, apa sebabnya ummat Islam saat ini menjadi jatuh derajatnya? Salah satu penyebab adalah kurang tepatnya cara menyampaikan nilai-nilai pelajaran khususnya yang berkaitan dengan kesadaran beragama Islam. Fihak penyampai begitu saja membeberkan nilai-nilai pelajaran tanpa terlebih dahulu diperhatikan, keadaan hati penerima, sudah bersih ataukah masih kotor? Selama hati masih tetap kotor, maka apapun nilai pelajaran yang diberikan, pasti menjadi kotor, sehingga dalam penyikapannya juga dengan kekotoran. Akhirya perlu diketahui, keadaan hati penerima itu mustahil diketahui, jika fihak penyampai itu sendiri hatinya belum bersih.
Dengan demikian dapatlah kita mengambil pelajaran, jika nilai-nilai kebaikan yang disampaikan tidak dapat disikapi dengan baik oleh fihak lain, pertama boleh jadi fihak penerima hatinya belum bersih. Untuk itu langkah yang dilakukan bukan dengan mengobral pelajaran, melainkan diarahkan pada pembersihan hati. Kedua, boleh jadi fihak penyampai itu sendiri yang hatinya masih kotor, buktinya bukan pembersihan hati yang mula pertama dijadikan prioritas.
Tulisan di atas merupakan suntingan Taufik Thoyib dari dokumentasi Kajian Ki Moenadi MS tanggal 23/11/1997 yang disampaikan di Yayasan Badiyo Malang. Tulisan ini merupakan bagian akhir dari dua tulisan (yang ke-1 adalah Curahan Kasih Allah Sucikan Hati Hamba dari Hijab Nilai). --Admin
Selasa, 24 Juli 2012
Fungsikan Hati, untuk Menangkap Isyarat Petunjuk Allah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Merak sering memamerkan keindahan bulunya. Namun ia tak seperti manusia yang selalu berpamrih. Merak tak mencari apalagi mengemis pujian, karena memang begitulah kodrat perilakunya ditetapkan Allah. Apakah dengan narsisisme memamerkan keindahan dan kebaik-hebatan diri, manusia sungguh-sungguh hendak merendahkan martabat pribadinya sehingga lebih bodoh daripada hewan tak berakal? Renungilah:
Perjalanan ruhani jumpa ilaahi Rabbi ibarat menempuh gunung tinggi. Barang siapa lengah, segera ia terperosok ke dalam jurang tersembunyi di balik setiap kelokan dan tanjakan. Sesekali seorang pendaki ruhani pasti mengalaminya, akibat terpukau pemandangan indah perjalanan menju pncak gunung. Taubat dan kesungguhan pengabdiannya kepada Allah, adalah tongkat penopang agar pada pendakian berikutnya, ia makin berhati-hati.
Bagi yang berhati-hati, justru sangat malu mengakui kebaikan yang hanya tampak bagian luarnya bagi orang lain itu. Yang nyata baginya adalah bagian dalam pribadinya dengan segala kehinaan, catat, kekurangan, bahkan ketercelaan yang tak kunjung habis tersoroti cahaya lentera Allah Yang Maha Mulia. Ia makin tersungkur dalam syukur, atas penyelamatan jemari kasih As-Salaam. Karena menyadari segala keburukannya, dengan sendirinya segala pujian manusia tak berbekas apa pun pada perasaan-hatinya. Ia mengharapkan agar manusia yang memujinya mendapat tambahan karunia kemuliaan pula dari sisi Allah Yang Maha Berkepemurahan Kasih Sayang. Ucapannya:

Demikian besarnya perhatian pemimpin sejati akan keselamatan dan kebahagiaan bangsanya, tetapi tidak sedikit yang menyambut dengan ejekan atau cemoohan baik dengan kata-kata maupun dengan sikapnya (dan inilah yang paling berbahaya). Bukankah sikap demikian sama halnya dengan sikap orang-orang munafiq? Sebagai manusia biasa tidak jarang mereka sedikit kecewa dengan sikap bangsanya yang kurang menaruh perhatian, dengan kata lain kurang bersungguh-sungguh untuk bangkit. Namun kesadarannya tidak membiarkan hatinya kecewa. Terhiburlah hati ketika kesadarannya membisikkan, bahwa peran sang pemimpin sejati hanyalah membawa kabar gembira
Begitu banyak kepalsuan. Pemimpin suatu kelompok bangsa yang selalu membantu mereka yang menggelar kebencian, perang, dan penindasan pada bangsa lain misalnya, bisa saja justru tampak mulia bahkan diberi penghargaan sebagai pembela kedamaian ummat manusia. [Taufik Thoyib]. 21 Rajab 1431 / 4 Juli 2010
Sabda Nabi s.a.w. kepada Asma binti Abu Bakar r.a.: "Berinfaqlah. Janganlah kamu menghitung-hitung (hartamu, kikir), nanti Allah akan menghitung (kejelekan-kejelekan) mu. Jangan pula kamu menyembunyikan (hartamu) nanti Allah akan menyimpan (kejelekan-kejelekanmu) untuk dibeberkan di Hari Akhir (Lu'lu' wal Marjan, 1/244).
"Seorang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dan dekat dengan surga. Adapun orang yang kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat dengan neraka." (Tasyiirul Wushuul, 2/88).
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan
Sinyalemen hadits tersebut memberikan gambaran bahwa: dari tahun ke tahun yang dapat diberlangsungkan dan diperoleh kebanyakan manusia dari kunjungan Ramadhan hanyalah mendatangkan ritual rasa lapar dan dahaga dari puasanya. Tidak ada perubahan dan pembaharuan berarti yang dapat dibukti-rasakan dalam berkehidupan, kecuali yang selalu muncul hanya keluh-kesah atas kesulitan berantai menjalani kehidupan. Seakan hadits tersebut tampil sebagai kaca cermin besar yang menunjukkan puasa kebanyakan manusia layaknya puasa anak-anak. Anak-anak itu berbangga dalam berpuasa agar memperoleh berbagai hadiah yang diiming-imingkan yang kesemuanya bersifat keindahan dan kesenangan nafsu semata. Ketika bentuk keindahan-kesenangan nafsu tidak terpenuhi mereka kecewa putus asa dan perhatiannya lebih terpaku pada kesulitan yang ditemui daripada kasih Ilaahi.
Untuk itu mari sejenak di bulan yang fithrah ini kita tunduk-renungkan diri hadirkan Allah selaku saksi kejujuran, diri bertanya pada nurani-hati. Pada tingkatan puasa apakah yang sudah berhasil kita langsungkan selama ini? Tentunya masing-masing pribadi beriman tidak hendak puasanya dinilai-persepsikam sama dengan puasanya anak-anak, kecuali yang diharapkan dari berpuasa dapat menghantarkan jiwa pada kedekatan cinta dengan Allah. Namun demikiankah yang diperoleh?
ya Alloh jadikanlah sy hambaMU yg kau sayangi dan selalu Kua beri petunjukMu. Ammiiin, ammiiin ya robbal 'alamin.Sudjarwo
BalasHapusKenapa sy selalu sulit untuk mengartikan tanda-tanda Nya. Saat ini sy sedang gelisah hati. Seperti sedang diuji bertubi-tubi. Saat ini sy kehilangan pekerjaan dan kekasih sy menikah dengan perempuan lain. Sy mungkin hamba Allah yang hina dina, tapi selama ini sy sudah berusaha berada pada koridor islam yang sesungguhnya. Ya, setidaknya sy berusaha untuk itu. Selama menjalin hubungan, selama itu sy tegakkan shalat istikharah meminta petunjuk. Tp selama itu pula tidak ada keyakinan dalam diri sy. Hingga pada akhirnya ada seorang perempuan mendatangi sy, menurut pengakuan nya, ia adalah calon istri dari kekasih sy dan sebentar lagi mereka akan menikah. Betapa hancurnya perasaan sy waktu itu. Akhirnya sy putuskan untuk segera memutuskan komunikasi dengan kekasih sy. Sy malu. Seperti tidak bermoral sampai hati merebut kekasih orang lain. Selama sy meninggal kan kekasih sy, selama itu pula sy terus mendoakan dia. Meminta diberi petunjuk. Hingga suatu hari ada kerabat sy yang menyampaikan berita bahwa kekasih sy kini sudah menikah dengan orang lain. Perempuan itu tak lain adalah perempuan yang mengaku sebagai calon istrinya. Betapa sakit nya hati sy. Bersamaan dengan itu sy pun kehilangan pekerjaan sy. Bayangkan bagaimana perasaan sy saat ini. Hancur lebur tiada terkira. Shalat malam sy tegakkan , doa selalu sy panjatkan. Ya Allah, ajari aku untuk mengenali tanda2Mu. Ya Allah bantu aku melewati semua ini. Tegarkan aku..
BalasHapusSesungguhnya menurut saya pribadi doa anda di ijabah oleh Allah dan sungguh Allah sangat sayang kepada anda.., dengan menikahnya lelaki itu maka sesungguhnya menunjukan bahwa ia bukanlah jodoh yang terbaik untuk anda. Bisa jadi yang menurut anda itu dia yang terbaik tapi Allah Maha mengetahui segalanya dan Allah adalah Maha pemberi yang terbaik bagi hamba-hambanya. Dan yang paling terpenting adalah anda tetap terus istiqomah dan selalu berdoa serta berusaha karena percayalah Allah senantiasa mencintai dan menyayangi anda. Maka anda harus tetap semangat dan penuh ceria..., wassalam..
Hapus