Kamis, 13 September 2012

Kemurnian Hati pada Allah Dahulu, Baru Keilmuan Murni



Kota yang kotor dan terpolusi berat bisa saja dimengerti sebagai hati yang tercemar nafsu sombong, dengki, dan serakah, serta dosa-dosa yang ditimbukan penghuninya. Alat tangkap petunjuk Allah ialah hati. Bila seseorang melakukan kesalahan, pasti itu akibat kemudharatannya sendiri. Bila ia melangkah dengan benar, pasti berkat petunjuk Allah. Hal ini banyak yang meyakini. Tetapi baru sedikit yang menyadari bahwa hati sangat mudah kotor oleh pengaruh tanggap nafsunya atas atas "sesuatu", atau dunia seisinya. Bagaimana hubungan antara hati dan petunjuk keilmuan bagi manusia?

“Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari." Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging." Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. 2:259)


Kemurnian Hati pada Allah Dahulu, Baru Keilmuan Murni





eilmuan murni pasti dapat menyelesaikan permasalahan atau kesulitan yang timbul. Dalam QS.2:259 dikisahkan suatu negeri yang temboknya telah roboh menutupi atap. Meskipun kenyataan hal itu merupakan kisah, namun sebenarnya mengandung simbol keilmuan. Itu isyarat bahwa suatu sistem kekuasaan yang dijadikan sebagai tempat melindungi kesombongan dan keserakahan, pasti akan mengalami masa keruntuhan. Sebab bila dibiarkan terus menerus, sistem kekuasaan itu hanya akan memperbesar munculnya permasalahan dan kesulitan. Itulah sebabnya sistem pemerintahan yang demikian pasti Allah runtuhkan. Dalam hal ini, yang meruntuhkan adalah keilmuan murni para hamba Allah. Dengan runtuhnya sistem pemerintahan yang banyak menimbulkan permasalahan dan kesulitan, barulah keilmuan murni datang memperbaharui kembali kehidupan. Disimbolkan pada ayat tersebut negeri yang telah mati menjadi hidup kembali dengan keilmuan murni dari Allah. Begitu pula terhadap keledai yang telah mati menjadi hamburan tulang belulang, merupakan simbol keilmuan bodoh-bodohan karena dia telah membiarkan dirinya menggendong beban setumpuk kitab buku, yang tak satupun yang dapat ia ketahui dengan pasti.Dengan kata lain, itulah simbol "ilmu bodoh-bodohan". Berilmu tapi bodoh. Bagaimana itu?


Inilah bukti ilmu yang membuahkan kesombongan dan kebodohan harus hancur, dimatikan langkahnya. Karena ilmu bodoh-bodohan tersebut tumbuh dari nafsu yang telah diwarnai oleh sifat kebinatangan, sehingga harus pula dihancurkan. Karena nafsu kebinatangan itulah yang menyebabkan munculnya berbagai macam permasalahan dan kesulitan. Dengan demikian, dalam memimpin suatu pemerintahan atau negeri, sifat kebinatanganlh yang harus pertama-tama dihancurkan, jika menginginkan jalannya sistem pemerintahan dalam keadaan tenang penuh dengan kesetimbangan. Bila nafsu kebinatangan telah berhasil dihancur-luluhkan, barulah dibentuk kembali nafsu yang tenang, indah lagi tertata. Di dalam QS.2:259 yang tidak mengalami kehancuran hanyalah makanan dan minuman (merupakan simbol) bahwa sesuatu yang tetap tumbuh berkembang dalam kesetimbangan tidak akan mudah dihancurkan. Makanan dan minuman berasal dari bumi atau tanah. Sedangkan “tanah” sebagai simbol suatu kehidupan yang tumbuh berkembang dalam kebebasan penuh kesetimbangan. Maka yang perlu diketahui ialah, jika di hati telah tertanam benih sebesar dzarrah bahwa “mewujudkan gerak kebangkitan berilmu murni adalah sulit”, maka benih itu lambat laun akan membuat nafsu merasakan kesulitan tersebut akan semakin besar dan sikap nafsupun terus menerus merengek mengatakan sulit dan sulit. Tugas aqal ialah membunuh benih anggapan itu dengan ketegasan. Apalagi bila telah berulang-ulang kali dianggap-rasakan oleh nafsu bahwa mewujudkan gerak kebangkitan berilmu murni selalu gagal dan gagal tidak terwujud dengan tegas, akhirnya nafsu akan mengatakan bahwa hal itu memang sulit. Dan untuk memperkokoh anggapan itu, nafsu pun berusaha mencari bantuan kepada iblis dan logika.

Bantuan pertama yang diberikan iblis adalah rasa putus asa menghadapi kesulitan. Kemudian diteruskan kepada logika dengan sambutan logika: “ah, berkeilmuan murni itu sesuatu yang tidak logis”. Bahkan lebih jauh logika akan mengatakan: “itu sesuatu yang mengada-ada”. Demikian, sehingga tidak jarang manusia yang tekun bersungguh-sungguh untuk mencuatkan gerak kebangkitan berilmu murni dipandang aneh atau nyeleneh. Itulah Dalam hal ini, yang perlu dipertanya-jawabkan ialah: bagaimana caranya agar anggapan yang menyatakan mewujudkan gerak kebangkitan berilmu murni itu adalah tidak sulit? Yang menjadi titik sasaran bukan pada permasalahan sulit atau mudahnya, sebab beranggapan mudah juga tidak boleh. Tetapi yang lebih penting adalah, adakah kesedian diri untuk konsekuen dan sungguh-sungguh memurnikan hati?

Hanya dengan murninya hati itulah segalanya akan menjadi mudah, termasuk dalam hal mewujudkan gerak kebangkitan berilmu murni. Hidup berhati murni itu sebenarnya lebih mudah untuk diterapkan dari pada hidup berhati tipu-tipuan. Begitu pula, berilmu murni justru terasa lebih mudah dari pada harus membuat suatu rencana dan rancangan rekayasa tipu-tipuan; hidup beraktifitas dengan berkeilmuan murni pasti terasa lebih mudah dan ringan dari pada hidup berkeilmuan tipu-tipuan. Dengan berhati murni, segala sesuatu bukan diperoleh melalui perasan otak atau upaya diri, melainkan segala sesuatunya diberikan Allah secara mudah melalui hati yang telah murni. Hati ibarat pipa saluran air tempat melewatkan air tempat Allah memberikan jawaban terhadap sesuatu, maka aqal berfungsi untuk menata dan merangkai berita dengan indah. Tapi yang harus diketahui dan dipakai sebagai landasan bersikap ialah BUKAN MENGEJAR KEILMUAN MURNI, MELAINKAN MURNIKANLAH HATI KEPADA ALLAH, AGAR BERKEILMUAN MURNI.

Bila hati tidak murni kepada Allah, pasti tuangan keilmuan itupun tidak murni –dalam arti banyak direka-reka, kemudian jatuhlah pada anggapan diri bahwa ilmu rekayasa itu adalah dari Allah. Berarti kembali muncul bentuk dan warna penipuan terutama penipuan terhadap diri sendiri. Jika hal demikian ini terus juga dilangsungkan dan para hamba tidak segera mendapatkan penjelasan, maka mereka hanya akan berputar-putar dari penipuan ke penipuan. Dengan demikian maksud pernyataan bahwa mewujudkan gerak kebangkitan berilmu murni adalah tidak mudah, sebenarnya terarah kepada manusia yang hatinya tidak (belum) murni kepada Allah. Mereka yang tidak dapat memurnikan hatinya pada Allah sampai kapan pun pasti akan sulit dan sulit untuk mewujudkan gerak kebangkitan berilmu murni. Meskipun diri beranggapan telah banyak beralih pandang ke keilmuan murni, tetapi bila hati si hamba belum utuh murni pada Allah pasti kesulitan dan penipuan selalu akan dijumpainya. Hati sulit berkeadaan murni pada Allah adalah karena selalu dikotori berbagai macam gejolak sesuatu. Jika demikian yang terjadi, hati tidak lagi utuh dan lurus menyerah kepada Allah. Hal inilah yang membuat sulitnya manusia khususnya para hamba untuk mencuatkan gerak kebangkitan berilmu murni. Tetapi jika kita betul-betul bulat tekat memurnikan hati kepada Allah, maka Allah-lah yang akan tampil sebagai pelindung diri kita dari bermacam-macam gejolak. Sebaliknya bila hati belum bulat bertekad murni berserah pada Allah karena masih enggan melepaskan sikap berkuasa atau semau sendiri, hati pasti akan mudah terpancing oleh gejolak sesuatu. Dengan kata lain, hati yang masih suka dan mudah terpancing oleh gejolak sesuatu itulah contoh diri yang tidak bulat memurnikan hati kepada Allah.

Meskipun ucapan dan keinginan menyatakan: “tetap bertekad memurnikan hati kepada Allah”, tetapi bila sikap diri masih juga mudah terpancing oleh gejolak sesuatu, pertanda hati memang belum siap untuk hanya murni pada Allah saja. Bukti bila hati telah murni kepada Allah, nafsu tidak lagi diperkenankan untuk ikut campur dalam menyelesaikan sesuatu. Nabi Muhammad s.a.w. sering kali bermohon agar segala urusannya tidak diserahkan kepada nafsu walaupun hanya sedetik. Sebab sesaat saja nafsu mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan sesuatu urusan, pasti akan diwarnai oleh bentuk-bentuk kecurangan atau penipuan. Oleh sebab itu jagalah diri tehadap pancingan gejolak yang muncul dari sesuatu, sebab bila gejolak dibiarkan masuk ke dalam hati, maka lunturlah kemurnian hati terhadap Allah.



Tulisan di atas merupakan suntingan Taufik Thoyib dari dokumentasi Kajian Ki Moenadi MS tanggal 17/01/1998 yang disampaikan di Yayasan Badiyo Malang -Admin

1 komentar:

Silakan tinggalkan akun valid e-mail Anda.