Selasa, 07 September 2010

Bertaubat, Menyelamatkan Kehidupan



Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik. (QS. 24:55). Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu dirahmati. (QS. 24:56)


Renungan di Penghujung Ramadhan (5)

Bertaubat, Menyelamatkan Kehidupan dari Cengkeraman Millah



da hal yang perlu diperhatikan secara khusus pada firman Allah Surat An-Nuur Ayat 55 di atas: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shaleh….” Dalam pernyataan tersebut Allah berjanji menjadikan “kamu di antara orang-orang beriman” orang yang berkuasa sekaligus akan mengubah suasana keadaan mereka. Berarti secara tidak langsung ada pernyataan tegas bahwa tidak semua orang beriman mendapatkan posisi selaku hamba yang berkuasa di muka bumi atau hamba yang diubah keadaannya. Hanya orang beriman yang benar-benar mengerjakan amal sholeh dan tetap mengabdi Allah, atau yang dalam segala hal selalu mentauhid-Esakan Allah saja yang mendapat pemenuhan janji dari Allah. Sebagian muslim memang menganggap atau menyatakan dirinya selaku hamba yang beriman, namun pola-praktek hidupnya penuh dengan segala bentuk kemusyrik-munafiqan.

Itulah sebabnya janji kebangkitan atau penempatan insan muslim tampil selaku kholifah di muka bumi sebagai pengubahan suasana kehidupannya, harus diawali dari tiap-tiap diri insan muslim. Apa yang mesti diubah? Perasaan-hatinya. Tidak tanggung-tanggung Allah menjanjikan: Orang-orang beriman akan berkuasa di muka bumi ini. Berarti keberadaan ummat Islam yang mayoritas di negeri ini tidak lagi menjadi manusia yang serba diarah-tentukan oleh Yhd laknatulllaah. Satu hal yang perlu disadari insan muslim ialah bahwa kaum muslim sebetulnya ada dalam jajahan millah kaum kafir Yhd laknatulllaah. Padahal Ramadhan telah berulang-ulang kali datang-mengunjungi insan muslim, namun belum berhasil jua menjadikannya pemimpin atau kholifah kehidupan bersemesta. Apa yang dimaksudkan dengan Yhd dilaknat Allah?


Bukan Ras, tetapi sebagai Millah

Mustahil Allah menciptakan manusia untuk dilaknat. Manusia dengan segala kemajemukan, dengan semua keanekaan ras dan bangsanya, diciptakan untuk dicintai-Nya. Apakah yang dilaknat Allah? Dalam riwayat, memang sebagian dari kaum (ras, suku bangsa, etnis) Yhd-lah yang terbukti awal mula menentang Allah dan bahkan membunuh para rasul-Nya. Dalam perkembangan selanjutnya, ternyata pola pandang kehidupan, isme, pola pikir, pola keilmuan, mentalitas, atau millah kaum Yhd penentang Allah itulah yang merebak, menyebar ke seluruh penjuru dunia (QS 2:120). Apakah ciri utama millah Yhd tersebut?
Ciri utamanya: pengetahuannya atas diri dan semesta hanya berazaskan pada garis kerangka fisik atau materi yang terpandang kasat-mata-kepala (sekular, hanya bertujuan hidup kesuksesan materi dunia saja). Kalau pun mereka tampak percaya pada yang ghaib, maka pemahaman itu itu akan dikonsepkan dengan alat pikir logika yang hanya bisa menduga-sangka. Akhirnya, disebabkan kebodoh-terbatasan logika mereka yang penuh kedengkian, keghaiban yang ditangkap itu pun diwujudkan secara kasat mata kepala. Maka muncullah aneka bentukan wujud ragawi yang mereka sembah atau mereka andalkan: patung, jimat, simbol-simbol pemujaan, mantra, dan sebagainya. Ketika hal-hal mistis itu tidak memuaskan, maka mereka ganti mengandalkan sains, yang kata mereka "modern", "rasional", dan ”maju”. Logika mereka lalu mengemas pemahaman terhadap fenomena yang diamati dalam nilai-nilai, paradigma, qaidah, konsep, menurut duga-sangkanya. Karena azas berpikirnya tetap duga-sangka ber-modal-kan logika, maka mereka tetap mustahil memahami yang haqiqi. Seluruh filsafat spekulatif mereka adalah hasil duga-sangka logika yang sibuk berpindah dari satu kutub ke kutub di seberangnya (mistis ke rasional, modern ke posmodern, dan seterusnya). Tergesernya azas kebenaran ilaahiyah yang bersifat mutlak dengan kebenaran relatif yang berazaskan pada mayoritas-popularitas adalah juga bukti kegagalan mereka memahami yang haqiqi (tetang bahaya penggseran ini telah diungkapkan di weblog ini, dengan mengambil fésbuk sebagai kasus; klik di sini untuk melihat). Bukti nyata lain adalah tetap terpenjaranya mereka pada perasaan takut dan serba cemas tanpa pernah mengalami hidup tenteram. Sayangnya, melalui jalur informasi keilmuan dan pendidikan, pola pikir duga-sangka logika ini banyak diserap kaum muslim di seluruh dunia (tentang politik rekayasa informasi ini telah dimuat di weblog ini, klik di sini untuk melihat).

Akibat pola fikir insan muslim sepenuhnya berada dalam jajahan Yhd laknatulllaah, suasana kehidupan insan muslim pun semakin jauh dari rasa aman dan nyaman. Yang ada hanya rasa takut dan cemas dalam semua segi kehidupan. Bahkan sebetulnya dapat dikatakan, suasana kehidupan yang jauh dari rasa aman itulah suasana hidup terlaknat. Dewasa ini nilai rasa aman terasa sangat mahal harganya seakan tak ada satu pun ummat yang dapat menjangkau-belinya. Sekalipun suasana hidup diliputi kemegahan dan kegemerlapan duniawi, namun mustahil membeli rasa aman dan nyaman di dalam bathin. Haqeqatnya sampai kapan pun yang namanya kaum terlaknat tidak akan pernah mendapatkan rasa aman dan nyaman, karena rasa aman dan nyaman adalah bagian dari suasana kesyurgaan dan hanya dapat diperoleh melalui perasaan-hati yang berlenterakan cahaya ilaahiyah. Sedangkan millah kaum kafir terlaknat jurstru menghancurkan dan membunuh perasaan-hati yang berlenterakan ilaahiyah. Tidak ada satu pun pola fikir kaum terlaknat yang tidak membunuh fungsi perasaan-hati serta bertentangan dengan Islam yang mengajarkan berpikir dengan hati secara qur’ani berazaskan pada bimbingan Allah selaku Robb (tentang beda ”membaca sesuatu” dengan logika atau dengan Allah, telah disajikan di weblog ini, klik di sini untuk melihatnya).

Hidup dengan rasa takut-cemas adalah ciri laknatullah

Sayangnya, hanya sangat sedikit masyarakat muslim yang menyadari bahwasanya hidup diliputi rasa takut dan cemas adalah milik kaum terlaknat. Justru pola kehidupan demikian itu berhasil dibagikan Yhd laknatullah kepada kaum insan muslim. Sebenarnya jika saja insan muslim dapat mendaya-manfaatkan keberadaan Ramadhan, maka Ramadhan itulah yang tepat dijadikan momentum mewujudkan satu kebulatan tekat yakni melaksanakan kebangkitan atau perubahan suasana peradaban hidup dari kehina-hancuran menjadi suasana peradaban yang penuh kedamaian lagi berkemakmuran. Allah-lah yang menurunkan perasaan damai-tenteram atau ketenangan pada perasaan-hati orang-orang beriman, sehingga menambah kokohnya iman mereka (QS 48:6).




Tak ada lagi musyawarah dalam naungan kasih-sayang Allah Ar-Rahiim Yang Maha Pengasih-sayang, sebagaimana yang diajarkan Rasulullah Muhammad s.a.w. dan diterap-tauladankan bersama para sahabatnya. Yang terjadi di Indonesia-kini: yang menang adalah keberingasan kekuasaan fisik dari yang terkuat atau kebengisan suara dari yang terbanyak. Itulah salah satu bisa-racun millah Yhd laknatullah, yang diberi nama suci dan dipromosikan ke seluruh penjuru dunia sebagai "agama baru": demokrasi.

Jangan pernah bercita-cita mewujudkan suasana peradaban hidup penuh kedamaian apa lagi berkemakmuran, jika kehidupan perasaan-hati gagal dibangkitkan melalui sarana kehadiran Ramadhan. Sebagai salah satu tanda benar tidaknya keberadaan Sang Tamu Agung Ramadhan berhasil membangkit-hidupkan lentera kehidupan perasaan-hati adalah kesegaran bathiniyah dengan suasana kefithrahan. Jika tidak, sesungguhnya kita hanya telah menjadi orang yang sangat merugi dan sekaligus itulah tanda hati mati terbunuh oleh keangkuhan logika yang tidak mudah dibangkit-hidupkan lagi. Jika memang demikian keadaannya tidak akan pernah berguna-manfaat segala jenis bimbingan-petunjuk yang Allah berikan melalui para hamba-Nya. Sebab utama ialah karena ketidak-mampuan perasaan-hati menjadikan bimbingan-petunjuk sebagai alat perbaikan diri.

Tahun depan, masihkah berjumpa lagi dengan Romadhan?

Kehadiran Ramadhan sekali dalam setahun sebenarnya merupakan sarana untuk mengetahui keadaan hati. Apakah terjadi kebangkitan hidup pada lentera hati atau sebaliknya hati tetap dalam keadaan mati terbunuh oleh kesombongan berfikir pola kaum terlaknat yakni logika. Oleh karena itu yang perlu kita ingat dengan kegagalan mendaya-manfaatkan kehadiran Ramadhan, belum tentu di tahun berikutnya kita dapat menemui Ramadhan. Apalagi untuk mendaya-manfaatkannya!

Belumkah juga bangkit dan tumbuh kesadaran di dalam hati untuk mengentaskan fithrah yang terkubur dalam lumpur kubangan dosa? Umur dan waktu yang tersisa di dunia ini kian hari kian berkurang. Haqeqatnya keadaan diri kita telah semakin dekat dengan pintu kubur. Sudahkah ada bekal yang hendak kita persiapan untuk dibawa ke dalam kubur? Seyogyanya, janganlah merasa-anggap hidup kita masih panjang di dunia ini. Pada saatnya dunia yang dikejar saat ini berganti akan mencemoohkan diri yang masuk ke dalam pintu kubur dalam keadaan terhina lagi tertolak.

Hal di atas perlu kita ulang-pikirkan agar kita tidak berlarut-larut dalam perasaan beranggapan aman-tenang menjalani hidup di dunia yang sesaat ini. Kelemahan utama umat Islam ialah menilai-anggap dirinya telah baik. Islam memang sudah sepantasnya diyaqini selaku agama fithrah dan pasti yang terbaik. Tetapi apakah dengan hanya mengaku diri muslim, dengan sendirinya diri telah baik? Islam mengajarkan mawas diri. Sedikit saja lengah, sesal kemudian tiada berguna. Selagi masih tersisa umur dan kesempatan di dunia ini, tidak salah bangkit berupaya untuk menyelamatkan diri, keluarga, kaum, bangsa dan ummat dari azab kehina-sengsaraan. Tiap manusia adalah pemimpin dan bagi seorang pemimpin, yang akan dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah bukan saja diri sendiri, tetapi juga apa-apa yang dipimpinnya.

Berhentilah dari memperturuti kehendak-keinginan nafsu diri sendiri maupun nafsu lain yang (dibiarkan) menguasai diri, sudah saatnya untuk mulai memperhatikan rintihan ruh, rasa, hati dan ‘aqal yang terjajah logika-nafsu dengan segala kedengkiannya. Renung dan sadarilah Ramadhan Sang Tamu Agung telah sebulan penuh datang berkunjung ke pelataran hati manusia untuk menyelamatkannya. Adakah sesuatu yang dapat dijemput-petik di akhir kunjungan Ramadhan? Satu pertanyaan ringkas yang membutuhkan jawaban perenungan dari kejujuran hati.

Bukankah kehadiran Syawwal di penghujung Ramadhan tidak lain dalam rangka mengentas-hadirkan kembali fithrah yang tercampak di kubangan dosa. Dengan telah kembalinya fithrah pada diri manusia dan berada pada posisi dan fungsi yang telah ditentukan, hal yang mula pertama terwujudkan pada sikap diri adalah terbentangnya nuansa kebangkitan perasaan-hati berlentarakan cahaya ilaahiyah. Artinya di dalam diri terjadi hijrah-pengungsian dari kehancur-matian perasaan-hati menuju kebangkit-hidupan perasaan-hati yang berlenterakan Al Qur’an. Jangan pernah merasa-anggap perasaan-hati mulai bangkit dari kematiannya, bila di dalam hati tidak pernah muncul rasa rindu berjumpa-kata dengan Allah. Karena ciri dari kebangkitan hati awalnya adalah muncul rasa rindu untuk berjumpa-kata dengan Allah. Karena telah sekian lama di rasa-sadari diri mengembara jauh dibawa nafsu akibatnya tidak pernah diperoleh kepastian atau kejelasan kecuali diri berlingkar-lingkar dalam anggap-duga yang direkayasa logika.

Munculnya setitik penyesalan di dalam diri telah cukup selaku daya dorong untuk mengakui dengan jujur dan berkesadaran atas banyaknya dosa dan kesalahan diri. Tetapi tidaklah mudah membangkitkan rasa penyesalan bagi perasaan-hati yang tebal tertutup dosa. Semoga perasaan-hati kita makin mudah tersentuh rasa penyesalan, sebagai langkah awal untuk bertaubat, dalam arti kembali pada ketetapan Allah. Bukan sekedar lisan nihil perbuatan.

Dirangkum oleh Taufik Thoyib dengan beberapa tambahan informasi bersumber dokumentasi Yayasan Badiyo dari kajian Ki Moenadi MS tanggal 16/10/1423H (21 Desember 2002)

2 komentar:

  1. Assalamu'alaikum Wr. Wb.
    Menyambung lanjut uraian diatas ada baiknya jika kita renung fikirkan Firman Allah SWT pada QS. Yunus (10):98 yang dengan jelas dinyatakan bahwa meskipun kemaksiatan berhasil memimpin kehidupan kaum Yunus a.s., tetatpi karena mereka masih mau mendengarkan wahyu Allah yang dibawakan oleh Nabi Yunus a.s., maka dalam waktu yang ditentukan kehinaan yang pernah ditimpakan kepada kaum Nabi Yunus a.s., Allah hilangkan.

    BalasHapus
  2. Wa'alaikum salam wr.wb.,
    Benar adanya, kuncinya ada pada ke-tawadhu'-an hati. Telinga hati yang masih mau mendengar, mata hati yang masih hendak melihat, dan bunyi hati yang masih berani menyuarakan kebenaran, pasti dikauniai pertolongan Allah. Bisa demikian, karena sang nafsu rela surut dari penjajahannya terhadap hati. Mudah-mudahan Anda dan kita termasukkan dalam golongan yang demikian, amiin. Taufik Thoyib.

    BalasHapus

Silakan tinggalkan akun valid e-mail Anda.