
Daerah Derweze, yang terletak di tengah Gurun Karakum di Turkmenistan, kaya gas alam. Pada pengeboran pada tahun 1971, ahli geologi Soviet mengeduk ke dalam gua yang penuh dengan gas alam. Tanah di bawah rig pengeboran runtuh, meninggalkan lubang besar dengan diameter 70 meter di 40 ° 15'10 "N 58 ° 26'22 "E. Untuk menghindari terkena sengatan gas beracun, "solusi terbaik" adalah membakarnya. Dampak bakarnya saat itu tak terpikirkan. Sampai sekarang, dampak lingkungan "Pintu Neraka" --demikian pendududuk setempat menamakannya--, tak teratasi. Bencana alam akibat ulah manusia sangat banyak. Di Indonesia, ingatlah kasus Lapindo dengan berbagai usaha mengatasinya berlandaskan pada rekayasa keilmuan hasil perahan logika manusia. Apa hasilnya?
"Kemajuan" yang dinilai manusia, terkadang sebetulnya justru merupakan kebodohan, buah dari kesombongannya. Perlu dipahami mendalam bahwa hanya dengan kebangkitan berilmu murni sajalah kebodohan dan kesombongan di era modern ini dapat dihentikan. Atas ke-maha-kuasa-an Allah, bisa saja dari setiap buah dari kebodohan dan kesombongan berilmu Yhd + Nsr yang hendak atau sedang diterapkan, muncul tantangan atau akibat yang datang dengan tiba-tiba.
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya". (QS. 2:257)
Berketaatan Murni, Menyongsong Kebangkitan Kehidupan

eyogyanya disadari pula bahwa gerak kebangkitan berlandaskan pada keilmuan murni tidak akan pernah muncul dalam sejarah kehidupan manusia –khususnya dalam kehidupan ummat Islam– jika ketaatan dengan dasar keimanan murni kepada Allah tidak terlebih dahulu terwujud dalam masing-masing jiwa manusia. Namun jangan mempersamakan keilmuan murni dengan keilmuan kampus Yhd + Nsr masa kini. Keilmuan murni adalah gerak pembebasan dzat ketenagaan hidup untuk kembali ke dalam ketetapan Allah. Seluruh nabi Allah sertai dengan gerak kebangkitan berilmu murni.
Gerak kebangkitan berilmu murni ibarat ribuan mata-air yang masih tertimbun oleh tanah, pasir maupun batu. Sedangkan untuk mendapatkan mata-air yang jernih-murni tidak bisa tidak, jalan satu-satunya adalah timbunan tanah, pasir serta batu-batu kerikil harus diangkat. Proses mengangkat penghambat itu adalah gerak aktifitas ketaatan dengan dasar keimanan murni kepada Allah. Khayal dan mustahil bila ada gerak kebangkitan berilmu murni tanpa didahului gerak aktifitas ketaatan dengan dasar keimanan murni kepada Allah. Adakah gerak kebangkitan berilmu murni bagi pribadi?
Yang perlu menjadi perhatian ialah bahwa gerak kebangkitan berilmu murni masing-masing hamba Allah berbeda. Gerak kebangkitan berilmu murni bukan terbatas pada satu cara saja, tetapi sangat luas dan dalam ragamnya, tergantung bagaimana besar kecilnya mata-air yang dapat disibak oleh keaktifan gerak ketaatan berasas keimanan murni kepada Allah. Salah satu hikmahnya ialah bahwa ummat Islam bukanlah ummat yang berwatak mengembik seperti kambing. Dan bahwa ummat Islam kaya akan khasanah keilmuan murni. Sehingga tepatlah bila dikatakan sumber penggalian dan pengkajian ilmu itu hanya ada pada Al-Qur’an yang kemudian dicerminkan oleh pribadi ummat Islam yang senantiasa berupaya mengaktifkan diri dengan gerak ketaatan dan keimanan murni kepada Allah. Sikap yang paling baik adalah apa yang ada pada timbunan mata-air masing-masing diri itulah yang harus digali oleh kesungguhan gerak aktifitas ketaatan dengan dasar keimanan murni kepada Allah. Sekali tergali, barulah kemudian dimanfaatkan untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat dan alam sekitarnya sebagai perwujudan rasa syukur kepada Allah, yang telah membukakan atau memancarkan mata-air yang selama ini tertutup oleh timbunan tanah, pasir dan batu. Itulah pertolongan yang amat nyata selama ini Allah berikan kepada para hamba-Nya.
Bukti bahwa masing-masing mata-air memiliki hasil yang berbeda ialah dapat dilihat pada alam empirik, seperti gunung misalnya. Ada gunung yang menghasilkan emas sebagai gambaran kemaha-kayaan Allah. Ada gunung yang menghasilkan batu maupun tembaga sebagai gambaran kekuatan Allah. Ada gunung yang menghasilkan api dan magma sebagai gambaran kemahaperkasaan Allah untuk menghancurkan orang-orang yang sombong lagi ingkar. Dan ada pula gunung-gunung yang hanya menghasilkan sayur mayur sebagai gambaran kelembutan dan kedekatan Allah kepada hamba-Nya. Dengan kata lain, ada gerak kebangkitan berilmu murni yang hanya mampu menjangkau untuk kebutuhan dirinya sendiri, ada pula yang mampu menjangkau dan memberikan untuk orang sekitarnya, dan ada pula yang dapat menjangkau dan memberikan untuk seluruh alam semesta. Contoh sangat sederhana tentang besar kecilnya jangkauan mata-air ialah perhatikanlah waduk-waduk pembangkit tenaga listrik, ada yang hanya mampu menerangi ruang lingkup desa, ada pula yang mampu menerangi lingkup ibu kota. Yang pasti, masing-masing mata-air yang telah berhasil menggerakan kebangkitan berilmu murni, bermanfaat dan saling melengkapi. Demikian, sehingga utuhlah ummat Islam dalam gerakan kebangkitan berilmu murni. Gerak kebangkitan berilmu murni hanya diberikan kepada ummat Islam. Itulah salah satu sarana yang Allah berikan kepada ummat Islam untuk mempertahankan kedudukannya sebagai yang paling unggul di atas segala ummat.
Jika mata-air yang telah Allah sediakan sebagai wadah memancarkan gerak kebangkitan berilmu murni terus menerus diabaikan, sudah pasti kedudukan ummat Islam akan merosot jauh menjadi ummat yang tertindas dan manusianya adalah sehina-hinanya makhluq. Sebab satu-satunya perisai ummat Islam untuk mempertahankan kedudukannya sebagai ummat yang paling unggul dari segala ummat dan makhluq adalah dengan MEMPERHATIKAN DAN BERUPAYA SUNGGUH-SUNGGUH MEMBUKA MATA-AIR MATA-AIR DENGAN AKITIFITAS KETAATAN DENGAN DASAR KEIMANAN MURNI KEPADA ALLAH SAJA. Itulah sarana satu-satunya yang telah Allah sediakan sebagai tempat memancarkan gerak kebangkitan berilmu murni. Tetapi sangat disayangkan, sarana yang telah Allah sediakan dengan cuma-cuma, nyaris tidak mendapat perhatian khusus dari ummat Islam –bahkan banyak ummat Islam yang tidak mengenal adanya sarana yang telah Allah berikan kepada dirinya.
Banyak di antara muslim yang ternyata menjadi pemuja keilmuan Yhd+Nsr tanpa pernah menyadari bahwa kaum yang dimurkai dan sesat dari jalan Allah itu telah mengkafirkan mereka lewat keilmuan. Pertanyaan sederhana: apakah dunia kampus mengajarkan iman pada Allah lewat keilmuan? Apakah makin banyak belajar ilmu kampus seseorang makin tebal imannya pada Allah? Apakah ilmuwan kampus dapat menghubungkan ilmunya pada Allah?
Tulisan di atas merupakan suntingan Taufik Thoyib dari dokumentasi Kajian Ki Moenadi MS tanggal 28/12/1997 yang disampaikan di Yayasan Badiyo Malang. Tulisan ini berlanjut -Admin
Kamis, 23 Agustus 2012
Berketaatan Murni, Menyongsong Kebangkitan Kehidupan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Merak sering memamerkan keindahan bulunya. Namun ia tak seperti manusia yang selalu berpamrih. Merak tak mencari apalagi mengemis pujian, karena memang begitulah kodrat perilakunya ditetapkan Allah. Apakah dengan narsisisme memamerkan keindahan dan kebaik-hebatan diri, manusia sungguh-sungguh hendak merendahkan martabat pribadinya sehingga lebih bodoh daripada hewan tak berakal? Renungilah:
Perjalanan ruhani jumpa ilaahi Rabbi ibarat menempuh gunung tinggi. Barang siapa lengah, segera ia terperosok ke dalam jurang tersembunyi di balik setiap kelokan dan tanjakan. Sesekali seorang pendaki ruhani pasti mengalaminya, akibat terpukau pemandangan indah perjalanan menju pncak gunung. Taubat dan kesungguhan pengabdiannya kepada Allah, adalah tongkat penopang agar pada pendakian berikutnya, ia makin berhati-hati.
Bagi yang berhati-hati, justru sangat malu mengakui kebaikan yang hanya tampak bagian luarnya bagi orang lain itu. Yang nyata baginya adalah bagian dalam pribadinya dengan segala kehinaan, catat, kekurangan, bahkan ketercelaan yang tak kunjung habis tersoroti cahaya lentera Allah Yang Maha Mulia. Ia makin tersungkur dalam syukur, atas penyelamatan jemari kasih As-Salaam. Karena menyadari segala keburukannya, dengan sendirinya segala pujian manusia tak berbekas apa pun pada perasaan-hatinya. Ia mengharapkan agar manusia yang memujinya mendapat tambahan karunia kemuliaan pula dari sisi Allah Yang Maha Berkepemurahan Kasih Sayang. Ucapannya:

Demikian besarnya perhatian pemimpin sejati akan keselamatan dan kebahagiaan bangsanya, tetapi tidak sedikit yang menyambut dengan ejekan atau cemoohan baik dengan kata-kata maupun dengan sikapnya (dan inilah yang paling berbahaya). Bukankah sikap demikian sama halnya dengan sikap orang-orang munafiq? Sebagai manusia biasa tidak jarang mereka sedikit kecewa dengan sikap bangsanya yang kurang menaruh perhatian, dengan kata lain kurang bersungguh-sungguh untuk bangkit. Namun kesadarannya tidak membiarkan hatinya kecewa. Terhiburlah hati ketika kesadarannya membisikkan, bahwa peran sang pemimpin sejati hanyalah membawa kabar gembira
Begitu banyak kepalsuan. Pemimpin suatu kelompok bangsa yang selalu membantu mereka yang menggelar kebencian, perang, dan penindasan pada bangsa lain misalnya, bisa saja justru tampak mulia bahkan diberi penghargaan sebagai pembela kedamaian ummat manusia. [Taufik Thoyib]. 21 Rajab 1431 / 4 Juli 2010
Sabda Nabi s.a.w. kepada Asma binti Abu Bakar r.a.: "Berinfaqlah. Janganlah kamu menghitung-hitung (hartamu, kikir), nanti Allah akan menghitung (kejelekan-kejelekan) mu. Jangan pula kamu menyembunyikan (hartamu) nanti Allah akan menyimpan (kejelekan-kejelekanmu) untuk dibeberkan di Hari Akhir (Lu'lu' wal Marjan, 1/244).
"Seorang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dan dekat dengan surga. Adapun orang yang kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat dengan neraka." (Tasyiirul Wushuul, 2/88).
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan
Sinyalemen hadits tersebut memberikan gambaran bahwa: dari tahun ke tahun yang dapat diberlangsungkan dan diperoleh kebanyakan manusia dari kunjungan Ramadhan hanyalah mendatangkan ritual rasa lapar dan dahaga dari puasanya. Tidak ada perubahan dan pembaharuan berarti yang dapat dibukti-rasakan dalam berkehidupan, kecuali yang selalu muncul hanya keluh-kesah atas kesulitan berantai menjalani kehidupan. Seakan hadits tersebut tampil sebagai kaca cermin besar yang menunjukkan puasa kebanyakan manusia layaknya puasa anak-anak. Anak-anak itu berbangga dalam berpuasa agar memperoleh berbagai hadiah yang diiming-imingkan yang kesemuanya bersifat keindahan dan kesenangan nafsu semata. Ketika bentuk keindahan-kesenangan nafsu tidak terpenuhi mereka kecewa putus asa dan perhatiannya lebih terpaku pada kesulitan yang ditemui daripada kasih Ilaahi.
Untuk itu mari sejenak di bulan yang fithrah ini kita tunduk-renungkan diri hadirkan Allah selaku saksi kejujuran, diri bertanya pada nurani-hati. Pada tingkatan puasa apakah yang sudah berhasil kita langsungkan selama ini? Tentunya masing-masing pribadi beriman tidak hendak puasanya dinilai-persepsikam sama dengan puasanya anak-anak, kecuali yang diharapkan dari berpuasa dapat menghantarkan jiwa pada kedekatan cinta dengan Allah. Namun demikiankah yang diperoleh?
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan tinggalkan akun valid e-mail Anda.