Indonesia merdeka, 17/8/1945, bertepatan dgn Bulan Ramadhan, yaitu tanggal 8 Ramadhan 1364H. Yang ada kala itu adalah keprihatinan terhadap kehidupan negeri; semua daya dikerahkan agar kemerdekaan teraih. Mekkah pun jatuh kembali ke kaum muslimin pada Bulan Ramadhan. Ramadhan adalah Bulan Pemerdekaan. Sekarang, setelah Bulan Ramadhan, apa yang telah disumbangkan ummat muslim bagi perbaikan negeri?
Ramadhan: Indonesia Merdeka?

Merdekakah Indonesia, jika di muka buminya masih terjadi penindasan hak kaum lemah? Makhluk terlemah adalah alam
Kaum lemah berkerja sangat keras untuk hasil yang sangat sedikit. Kaum penguasa makin memupuk kemewahan hidup
Esensi kemerdekaan adalah dapat berproses-lanjutnya seluruh potensi bangsa dan alam sesuai kodratnya
Meredekakah negeri bila penguasanya justru membiarkan, bahkan mempelopori perusakan alam (Lapindo, Freeport)?
Penguasa bukan pemimpin. Pemimpin berperan ganda: 1> (secara informal/sosiokrasi) mengarahkan perjalanan hidup bangsa; 2> mengendalikan (secara formal/birokrasi) agar arah itu tercapai dengan cara-cara yang tepat & bijak
Non-muslim / muslim tak perlu dipertentangkan (Rhoma vs Jokowi), yang penting ide yang Haqq-lah yang memimpin. Bangsa ini perlu arah & kendali yang benar; tiap pemimpin perlu didampingi secara informal dengan pemimpin kelompok masyarakat lain, agar ia tetap dapat menjaga kesatuan-persatuan bangsa. Kepemimpinan bukanlah one-man-show, tetapi kebersamaan dalam kesatuan ikatan hati kelompok yg bertanggung-jawab terhadap arah perjalanan bangsa, pada berbagai skala dan kalangan
Perbedaan bukan permusuhan, tetapi pasangan. Satukan tujuan, untuk perbaikan negeri damai dalam kebersamaan
Negeri majemuk yang damai dalam kesatuan, itulah negeri merdeka yg sesungguhnya.
Lebih jauh lagi, Indonesia perlu MERDESA (bermartabat, tak didominasi kekuasaan siapa pun, ikut aktif wujudkan perdamaian dunia)
Indonesia mesti MERDESA, artinya: merdeka secara 1> politik, 2> ekonomi, dan 3> budaya.
Selamat hari kemerdekaan pertiwi negeri! Juga selamat Hari Raya Fitri, para pembaca budiman! Hari Raya Fitri adalah Hari Kemerdekaan Muslim. Semoga kaum muslim di Indonesia dapat menyumbangkan kemerdekaan nyata bagi bangsa dan tanah air ini.
Minal 'aidiin fal faiziin, wa taqabballaahu minni wa minkum --Admin
Sabtu, 18 Agustus 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Merak sering memamerkan keindahan bulunya. Namun ia tak seperti manusia yang selalu berpamrih. Merak tak mencari apalagi mengemis pujian, karena memang begitulah kodrat perilakunya ditetapkan Allah. Apakah dengan narsisisme memamerkan keindahan dan kebaik-hebatan diri, manusia sungguh-sungguh hendak merendahkan martabat pribadinya sehingga lebih bodoh daripada hewan tak berakal? Renungilah:
Perjalanan ruhani jumpa ilaahi Rabbi ibarat menempuh gunung tinggi. Barang siapa lengah, segera ia terperosok ke dalam jurang tersembunyi di balik setiap kelokan dan tanjakan. Sesekali seorang pendaki ruhani pasti mengalaminya, akibat terpukau pemandangan indah perjalanan menju pncak gunung. Taubat dan kesungguhan pengabdiannya kepada Allah, adalah tongkat penopang agar pada pendakian berikutnya, ia makin berhati-hati.
Bagi yang berhati-hati, justru sangat malu mengakui kebaikan yang hanya tampak bagian luarnya bagi orang lain itu. Yang nyata baginya adalah bagian dalam pribadinya dengan segala kehinaan, catat, kekurangan, bahkan ketercelaan yang tak kunjung habis tersoroti cahaya lentera Allah Yang Maha Mulia. Ia makin tersungkur dalam syukur, atas penyelamatan jemari kasih As-Salaam. Karena menyadari segala keburukannya, dengan sendirinya segala pujian manusia tak berbekas apa pun pada perasaan-hatinya. Ia mengharapkan agar manusia yang memujinya mendapat tambahan karunia kemuliaan pula dari sisi Allah Yang Maha Berkepemurahan Kasih Sayang. Ucapannya:

Demikian besarnya perhatian pemimpin sejati akan keselamatan dan kebahagiaan bangsanya, tetapi tidak sedikit yang menyambut dengan ejekan atau cemoohan baik dengan kata-kata maupun dengan sikapnya (dan inilah yang paling berbahaya). Bukankah sikap demikian sama halnya dengan sikap orang-orang munafiq? Sebagai manusia biasa tidak jarang mereka sedikit kecewa dengan sikap bangsanya yang kurang menaruh perhatian, dengan kata lain kurang bersungguh-sungguh untuk bangkit. Namun kesadarannya tidak membiarkan hatinya kecewa. Terhiburlah hati ketika kesadarannya membisikkan, bahwa peran sang pemimpin sejati hanyalah membawa kabar gembira
Begitu banyak kepalsuan. Pemimpin suatu kelompok bangsa yang selalu membantu mereka yang menggelar kebencian, perang, dan penindasan pada bangsa lain misalnya, bisa saja justru tampak mulia bahkan diberi penghargaan sebagai pembela kedamaian ummat manusia. [Taufik Thoyib]. 21 Rajab 1431 / 4 Juli 2010
Sabda Nabi s.a.w. kepada Asma binti Abu Bakar r.a.: "Berinfaqlah. Janganlah kamu menghitung-hitung (hartamu, kikir), nanti Allah akan menghitung (kejelekan-kejelekan) mu. Jangan pula kamu menyembunyikan (hartamu) nanti Allah akan menyimpan (kejelekan-kejelekanmu) untuk dibeberkan di Hari Akhir (Lu'lu' wal Marjan, 1/244).
"Seorang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dan dekat dengan surga. Adapun orang yang kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat dengan neraka." (Tasyiirul Wushuul, 2/88).
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan
Sinyalemen hadits tersebut memberikan gambaran bahwa: dari tahun ke tahun yang dapat diberlangsungkan dan diperoleh kebanyakan manusia dari kunjungan Ramadhan hanyalah mendatangkan ritual rasa lapar dan dahaga dari puasanya. Tidak ada perubahan dan pembaharuan berarti yang dapat dibukti-rasakan dalam berkehidupan, kecuali yang selalu muncul hanya keluh-kesah atas kesulitan berantai menjalani kehidupan. Seakan hadits tersebut tampil sebagai kaca cermin besar yang menunjukkan puasa kebanyakan manusia layaknya puasa anak-anak. Anak-anak itu berbangga dalam berpuasa agar memperoleh berbagai hadiah yang diiming-imingkan yang kesemuanya bersifat keindahan dan kesenangan nafsu semata. Ketika bentuk keindahan-kesenangan nafsu tidak terpenuhi mereka kecewa putus asa dan perhatiannya lebih terpaku pada kesulitan yang ditemui daripada kasih Ilaahi.
Untuk itu mari sejenak di bulan yang fithrah ini kita tunduk-renungkan diri hadirkan Allah selaku saksi kejujuran, diri bertanya pada nurani-hati. Pada tingkatan puasa apakah yang sudah berhasil kita langsungkan selama ini? Tentunya masing-masing pribadi beriman tidak hendak puasanya dinilai-persepsikam sama dengan puasanya anak-anak, kecuali yang diharapkan dari berpuasa dapat menghantarkan jiwa pada kedekatan cinta dengan Allah. Namun demikiankah yang diperoleh?
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan tinggalkan akun valid e-mail Anda.