
Lapindo. Ciri khas munafiq ialah tidak memiliki, bahkan lari dari tanggung-jawab. Apakah dunia kampus mengajarkan iman pada Allah sebagai kandungan keilmuan dan membangun kesadaran mahasiswa anak didiknya untuk mempertanggung-jawabkan terapan keilmuan itu pada Allah? Apakah makin banyak belajar ilmu kampus, dengan sendirinya makin tebal iman seseorang pada Allah? Apakah ilmuwan kampus dapat menghubungkan ilmunya (system of knowledge) pada Allah (system of beliefs)?
Sangat boleh jadi sifat munafiq dibawa oleh ilmu palsu Yhd+Nsr lewat "kampus modern". Apakah dunia kampus faham bahwa mengajarkan hanya sisi intelektual saja dan tak hirau terhadap sisi spiritual suatu keilmuan, berdampak merusak jiwa manusia dan akhirnya pun berdampak merusak alam? Apakah terapan keilmuan di "dunia profesi" dikira tak memerlukan landasan sikap bathiniyah yang berlandaskan tauhid? Cukupkah sikap mencari uang sebanyak-banyaknya (dengan istilah "profesional") dan beribadah (formal) tanpa perjuangan gigih menegakkan Islam? Sadarkah tiap muslim bahwa dakwah bukan hanya urusan mubaligh dan organisasi dakwah? Orang beriman jauh dari menilai dirinya sendiri. Ia serahkan jiwa raganya di atas gelaran tikar permohonan ampun kepada Allah Al Hakiim Yang Maha Bijak Menilai, yang dianyamnya jam demi jam, detik demi detik, sebagaimana tauladan Nabi s.a.w. yang mohon ampun, seratus kali sehari.
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya". (QS. 2:257)
Bentukan Logika Kebodoh-Sombongan Ilmu Palsu Yhd+Nsr

kibat keangkuhan ummat Islam mengabaikan sarana yang telah Allah sediakan dalam berkeilmuan, jadilah ummat Islam sekarang ini menjadi ummat yang paling hina dari segala makhluq. Sarana keilmuan dalam Islam ialah hati beriman murni. Buktinya nyata keangkuhan ummat Islam kepada Allah ialah pada sikap ummat Islam yang terus menerus mengekor mengembik pada millah Yhd+Nsr. Padahal Allah tidak menghendaki bumi dan isinya diwarnai oleh kebodohan dan kesombongan berilmu mereka. Itulah sebabnya apabila Yhd+Nsr tampil merajalela di muka bumi ini, maka dengan diam-diam Allah munculkan gerakan kebangkitan berilmu murni untuk menangkis dan mematikannya. Langkah-langkah mematikan itu sekilas pandang boleh jadi tampak sebagai langkah tantangan, yang datang secara tiba-tiba. Gerakan kebangkitan berilmu murni bisa saja terarah pada bentukan-bentukan ketenagaan yang dihasilkan dari kebodohan dan kesombongan berilmu.
Dengan adanya gerak kebangkitan itu terjadilah gesekan dan benturan antara gerak dahsyat kebangkitan berilmu murni dengan bentukan-bentukan ketenagaan yang dihasilkan dari kebodohan dan kesombongan berilmu. Secara kasat mata, tantangan atau akibat yang datang dengan tiba-tiba memang lebih mudah diketahui. Tetapi tidak mudah bagi logika untuk menerimanya bila dikatakan itu adalah tantangan atau akibat tiba-tiba dari gerak kebangkitan berilmu murni. Bagi logika, hal itu sering dipandang dan dinilai sebagai kesalahan teknis. Tidak pernah sedikitpun terfikirkan oleh logika adanya desakan dan gesekan dari gerak kebangkitan berilmu murni. Dan tidak pula mudah bagi logika untuk menerimanya sebagai hal kesalahan berilmu. Logika tidak pernah mengenal adanya kesalahan diri, karena kesalahan seringkali dilemparkan kepada fihak lain. Untuk menutupi kesalahan diri atau kebodohan diri sering kali logika mengatakan: “Itu adalah kesalahan teknis”. Demikian itulah kebodohan logika Yhd+Nsr. Padahal setiap muncul guratan atau goresan pena menyingkapkan adanya gerakan kebangkitan berilmu murni, pasti akan menggeser dan membentur bentukan-bentukan ketenagaan yang dihasilkan dari kesombongan dan kebodohan berilmu. Gesekan dan benturan yang dilakukan oleh guratan pena yang mengisyaratkan adanya gerak kebangkitan berilmu murni tidaklah mudah dideteksi secara kasat mata.
Pertanyaan lanjut sehubungan dengan kebangkitan ialah “Apa yang menjadi ukuran mutlak terhadap kebenaran itu?” Jika ukurannya adalah pandangan diri ditambah inti sari dari beberapa pandangan orang lain, berarti keilmuan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai ilmu yang murni, karena ada unsur keterlibatan diri manusia dalam menuangkan keilmuan. Sedangkan masing-masing diri memiliki cara pandang yang berbeda sesuai dengan besar kecilnya keterlibatan diri dalam hal mengukur kebenaran. UKURAN KEBENARAN ITU HANYA MUTLAK SATU. Kapan kebenaran itu terpecah belah, tidak lagi dapat dikatakan sebagai hal yang benar. Boleh jadi yang muncul justru perselisihan pendapat yang tidak pernah ada habisnya. Kemudian dari perselisihan berkembang menjadi saling cela dan saling menjatuhkan antara sesama beriman dan bersaudara. Berarti keilmuan telah gagal mengangkat dan membawa harkat dan martabat manusia pada jenjang atau tingkat kesempurnaan hidup.
Sebenarnya guratan pena yang dipimpin oleh ketangkasan aqal dan kemurnian hati untuk menyingkapkan adanya isyarat gerak kebangkitan berilmu murni bertujuan untuk mengeluarkan manusia dari pandangan kegelapan hidup menuju pandangan hidup yang terang, yakni jelas dan pasti. “Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman)...” QS.2:257. Sudah terlalu lama manusia hidup dalam ketidak-pastian langkah. Akibat tidak adanya kepastian langkah dalam berilmu, dari waktu ke waktu manusia hanya merangkak dan meraba-raba mencari ilmu. Padahal ILMU ITU BUKAN DICARI, MELAINKAN DIGALI DI DALAM PRIBADI YANG MURNI, dengan cara mengaktifkan gerak ketaatan dengan kemurnian kepada Allah saja. Selama ini dalam pandangan manusia, ilmu itu dicari, bukan digali. Bukti ilmu dicari, tidak sedikit dari ummat Islam khususnya yang datang berguru ke tuan-tuan besar Yhd+Nsr, sementara mata-air mata-air yang ada pada pribadinya diabaikan begitu saja tertutup tanah, pasir dan batu-batu kerikil. Untuk mewujudkan tujuan membawa manusia dari pandangan kegelapan hidup menuju hidup yang terang-jelas dan pasti, maka dimunculkanlah gerakan kebangkitan berilmu murni yang akan menggesek, menggeser dan membentur nilai-nilai kebodohan berilmu.
Yang memunculkan gerak kebangkitan berilmu murni serta yang melindungi para hamba-hamba-Nya adalah Allah. Sedangkan yang menggerakkan manusia berkeilmuan bodoh dan sombong serta yang melindungi mereka adalah syaithan. Ciri gerakan keilmuan syaithan adalah membawa manusia dari jalan kehidupan terang menuju jalan kehidupan gelap, sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah, yang artinya: “...Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindung-nya ialah syaithan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran)...QS.2:57. Karena aktifitas orang-orang berilmu bodoh adalah menghasilkan kerusakan-kerusakan, maka tempat kembali mereka yang abadi juga tempat yang menghasilkan kerusakan, baik itu kerusakan jasmani maupun kerusakan ruhani. Tempat yang abadi itu adalah neraka, itulah satu-satunya tempat yang akan merusak-rusak jiwa manusia. Sebagaimana diisyaratkan dalam firman Kami, yang artinya: “…Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya,…” QS.2:257. Kegiatan menggesek, menggeser dan membentur bentukan-bentukan ketenagaan yang dihasilkan oleh orang-orang berkebodohan ilmu sampai kapanpun tidak akan pernah bisa dideteksi oleh logika, kasat mata maupun dengan alat-alat canggih yang dihasilkan logika. Tetapi akibat kegiatan tersebut, mata kepala dapat menyaksikan akibat kehancuran puing-puing reruntuhan bentukan-bentukan ketenagaan yang dihasilkan dari kebodohan dan kesombongan berilmu. Meskipun akibat adanya gesekan, geseran dan benturan gerak kebangkitan berilmu murni sudah terlihat di depan mata orang-orang berkebodohan ilmu, tetap sulit bagi mereka untuk menumbuhkan kesadaran akan kesalahan keilmuannya yang sangat fatal.
Tulisan di atas merupakan suntingan Taufik Thoyib dari dokumentasi Kajian Ki Moenadi MS tanggal 28/12/1997 yang disampaikan di Yayasan Badiyo Malang. Tulisan ini merupakan lanjutan. Bagian pertamanya adalah Berketaatan Murni, Menyongsong Kebangkitan Kehidupan -Admin
Selasa, 28 Agustus 2012
Bentukan Logika Kebodoh-Sombongan Ilmu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Merak sering memamerkan keindahan bulunya. Namun ia tak seperti manusia yang selalu berpamrih. Merak tak mencari apalagi mengemis pujian, karena memang begitulah kodrat perilakunya ditetapkan Allah. Apakah dengan narsisisme memamerkan keindahan dan kebaik-hebatan diri, manusia sungguh-sungguh hendak merendahkan martabat pribadinya sehingga lebih bodoh daripada hewan tak berakal? Renungilah:
Perjalanan ruhani jumpa ilaahi Rabbi ibarat menempuh gunung tinggi. Barang siapa lengah, segera ia terperosok ke dalam jurang tersembunyi di balik setiap kelokan dan tanjakan. Sesekali seorang pendaki ruhani pasti mengalaminya, akibat terpukau pemandangan indah perjalanan menju pncak gunung. Taubat dan kesungguhan pengabdiannya kepada Allah, adalah tongkat penopang agar pada pendakian berikutnya, ia makin berhati-hati.
Bagi yang berhati-hati, justru sangat malu mengakui kebaikan yang hanya tampak bagian luarnya bagi orang lain itu. Yang nyata baginya adalah bagian dalam pribadinya dengan segala kehinaan, catat, kekurangan, bahkan ketercelaan yang tak kunjung habis tersoroti cahaya lentera Allah Yang Maha Mulia. Ia makin tersungkur dalam syukur, atas penyelamatan jemari kasih As-Salaam. Karena menyadari segala keburukannya, dengan sendirinya segala pujian manusia tak berbekas apa pun pada perasaan-hatinya. Ia mengharapkan agar manusia yang memujinya mendapat tambahan karunia kemuliaan pula dari sisi Allah Yang Maha Berkepemurahan Kasih Sayang. Ucapannya:

Demikian besarnya perhatian pemimpin sejati akan keselamatan dan kebahagiaan bangsanya, tetapi tidak sedikit yang menyambut dengan ejekan atau cemoohan baik dengan kata-kata maupun dengan sikapnya (dan inilah yang paling berbahaya). Bukankah sikap demikian sama halnya dengan sikap orang-orang munafiq? Sebagai manusia biasa tidak jarang mereka sedikit kecewa dengan sikap bangsanya yang kurang menaruh perhatian, dengan kata lain kurang bersungguh-sungguh untuk bangkit. Namun kesadarannya tidak membiarkan hatinya kecewa. Terhiburlah hati ketika kesadarannya membisikkan, bahwa peran sang pemimpin sejati hanyalah membawa kabar gembira
Begitu banyak kepalsuan. Pemimpin suatu kelompok bangsa yang selalu membantu mereka yang menggelar kebencian, perang, dan penindasan pada bangsa lain misalnya, bisa saja justru tampak mulia bahkan diberi penghargaan sebagai pembela kedamaian ummat manusia. [Taufik Thoyib]. 21 Rajab 1431 / 4 Juli 2010
Sabda Nabi s.a.w. kepada Asma binti Abu Bakar r.a.: "Berinfaqlah. Janganlah kamu menghitung-hitung (hartamu, kikir), nanti Allah akan menghitung (kejelekan-kejelekan) mu. Jangan pula kamu menyembunyikan (hartamu) nanti Allah akan menyimpan (kejelekan-kejelekanmu) untuk dibeberkan di Hari Akhir (Lu'lu' wal Marjan, 1/244).
"Seorang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dan dekat dengan surga. Adapun orang yang kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat dengan neraka." (Tasyiirul Wushuul, 2/88).
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan
Sinyalemen hadits tersebut memberikan gambaran bahwa: dari tahun ke tahun yang dapat diberlangsungkan dan diperoleh kebanyakan manusia dari kunjungan Ramadhan hanyalah mendatangkan ritual rasa lapar dan dahaga dari puasanya. Tidak ada perubahan dan pembaharuan berarti yang dapat dibukti-rasakan dalam berkehidupan, kecuali yang selalu muncul hanya keluh-kesah atas kesulitan berantai menjalani kehidupan. Seakan hadits tersebut tampil sebagai kaca cermin besar yang menunjukkan puasa kebanyakan manusia layaknya puasa anak-anak. Anak-anak itu berbangga dalam berpuasa agar memperoleh berbagai hadiah yang diiming-imingkan yang kesemuanya bersifat keindahan dan kesenangan nafsu semata. Ketika bentuk keindahan-kesenangan nafsu tidak terpenuhi mereka kecewa putus asa dan perhatiannya lebih terpaku pada kesulitan yang ditemui daripada kasih Ilaahi.
Untuk itu mari sejenak di bulan yang fithrah ini kita tunduk-renungkan diri hadirkan Allah selaku saksi kejujuran, diri bertanya pada nurani-hati. Pada tingkatan puasa apakah yang sudah berhasil kita langsungkan selama ini? Tentunya masing-masing pribadi beriman tidak hendak puasanya dinilai-persepsikam sama dengan puasanya anak-anak, kecuali yang diharapkan dari berpuasa dapat menghantarkan jiwa pada kedekatan cinta dengan Allah. Namun demikiankah yang diperoleh?
Mantapzz gan artikelnya.......kunjungan siang gan....
BalasHapusJackpotCity Casino Review (2021) - DrMCD
BalasHapusRead JackpotCity casino 익산 출장샵 review here, 통영 출장샵 check the casino's games 대구광역 출장마사지 selection, and learn about bonuses, games, 군산 출장마사지 promotions, Games: 1,600+Casino 김제 출장샵 Rank: #3 in Canada