Lepas Sesuatu dari Hati,
Tumbuh Iman Sejati
![...dropcap B...]()
eratnya hati menanggung beban dari isi dunia yang masuk acap tak dihiraukan manusia. Buktinya, rasa jenuh dan lelah mengarungi kehidupan, terpandang hal yang biasa. Demikiankah fitrah hati? Belumkah tiba saatnya untuk melepaskan sesuatu dari hati? Padahal, hanya dengan hati yang terisi oleh keindahan sifat asma Allah, tumbuhlah iman sejati.
Ketika beraktifitas dengan mengharapkan sesuatu untuk dimiliki, terasa lebih bersemangat dalam melakukannya. Jika tidak, maka terjadi sebaliknya. Inikah yang disebut hati terikat oleh sesuatu? Dalam realita saya belum bisa menjadikan 'Keridhaan Allah' sebagai daya dorong dalam beraktifitas. Langkah apa yang harus ditempuh?
BalasHapus(ayola.dong@yahoo.com)
Asswrwb.,
HapusInnamaa a'malu binniyah. Amal-perbuatan itu tergantung pada niyatnya. Niyat adalah buah dari kesadaran. Jadi, kalau aqal selalu memasok pengetahuan bahwa hidup kita itu sebenarnya sangat singkat (ibarat menyeberangi sungai dunyaa) untuk nantinya, sampai di dataran abadi(akhirat). Maka, tentu mudah diterima bahwa lebih baik mengabdi kepada Allah, dari pada mengabdi dunyaa. Pernyataan Rasul saw bisa dijadikan pedoman: saya hamba Allah, dan saya Rasul Allah.
Di hadapan dunyaa, kita pun bisa menyatakan: saya hamba Allah (dan bukan hambamu, hai dunyaa), dan pada kedudukan saya di hadapan sesama manusia, saya adalah pegawai negeri (atau guru, pedagang, seniman, dsb) atau apa pun profesi anda.
Apa saja kegiatan profesional kita, pasti bisa membawa suatu substansi penegakkan agama. Singkatnya, kita hidup numpang (kepentingan) Allah bukan Allah yang numpang (kepentingan) kita. Pasti Allah akan menolong kita. Amiin.
Salam,
Taufik Thoyib